JAKARTA - Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bangkalan Jawa Timur, Kiai Dimyathi Muhammad prihatin atas peristiwa kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag). Kiai Dimyati Muhammad merupakan Cicit ulama besar Indonesia Syaikhona Kholil Bangkalan.
"Saya prihatin. Indikasi penyelewengan penyelenggaraan haji 2023-2024 yang dulu diawasi dan didalami penyelewengannya oleh Pansus DPR RI, dan hingga akhir Pansus, Menang RI tidak hadir memberikan keterangan, akhirnya harus ditangani oleh KPK RI,"kata Kiai Dimyati Muhammad, Kamis (14/8/2025).
"Padahal, pansus haji oleh DPR RI saat itu, memicu ketegangan terbuka melibatkan PBNU,” sambungnya.
Ra Dimyati -- panggilan akrabnya -- menambahkan, kasus kuota haji yang disidik KPK saat ini, sangat memperihatinkan bagi komunitas Nahdliyin.
Namun demikian, dia berharap KPK bisa membukanya secara terbuka agar terang benderang, baik pelanggarannya maupun aliran dananya. Dia juga menyampaikan alternatif gagasan berjamiyyah untuk mengantisipasi kemungkinan perluasan kasus haji.
"Fakta adanya terduga saat ini dan pengembangannya nanti, dikhawatirkan bisa meruntuhkan marwah, integritas dan moralitas Ormas NU,"ujarnya.
"Dibuka saja agar terang benderang. Publik supaya tahu dan tidak perlu ditutup-tutupi. Semua ini akan menjadi pembelajaran dan pembenahan penyelenggaraan haji selanjutnya,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meningkatkan perkara dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023-2024 ke penyidikan.
KPK juga mencegah mantan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas (YCH) bepergian ke luar negeri bersama dua orang lainnya yaitu IAA dan FHM. Pencegahan dilakukan dalam rangka pengusut perkara dugaan korupsi penetapan kuota haji 2024.
Kasus perkara ini berawal dari pengelolaan kuota haji tahun 2023. Saat itu, Indonesia mendapatkan kuota sebanyak 20.000 jamaah.
Sesuai amanat Undang-Undang, pembagian kuota itu seharusnya mengikuti proporsi 92% untuk jemaah haji reguler dan 8% untuk jemaah haji khusus. Namun, temuan KPK menunjukkan adanya penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Pembagian kuota justru dilakukan secara tidak proporsional, yakni 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus.
KPK menduga adanya perbuatan melawan hukum dalam proses tersebut. Selain itu, lembaga antikorupsi ini juga tengah mendalami potensi aliran dana yang berkaitan dengan penambahan kuota haji khusus.
(Fahmi Firdaus )