JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 11 tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan sertifikasi K3 di Kementerian Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini, KPK tidak menerapkan pasal suap.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, bahwa perkara ini para penyelenggara negara lah yang memaksa para pemohon. Padahal di sisi lain, para pemohon sertifikasi K3 telah memenuhi seluruh persyaratan yang ada.
Sebagaimana diketahui, para tersangka dipersangkakan Pasal 12e dan atau Pasal 12B Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
"Dalam praktiknya si pemohon ini dari masyarakat ataupun dari perusahaan, mereka sudah lengkap, sudah melengkapi persyaratan dan lain-lain. Tetapi karena si oknum penyelenggaran negara ini menginginkan sesuatu, lalu tetap mempersulitnya, harus menyerahkan atau memberikan sejumlah uang," jelas Asep kepada wartawan, Jumat (22/8/2025).
Asep menjelaskan apabila pasal suap diterapkan, maka para pemohon sebagai pemberi juga berpotensi terjerat dalam kasus ini.
Dia menjelaskan, diterapkannya pasal suap justru menjadi salah dalam penegakan dan pemberantasan korupsi.
"Ini akan menjadi kemudian salah ketika kita menerapkan pasal suap, karena mereka sesungguhnya sudah melengkapi dokumen-dokumen, persyaratan dan lain-lain, Dan akhirnya kalau kita kenakan suap, itu dua-duanya kan harus diproses," tutur dia.
Selain itu, diterapkannya pasal suap membuat para pemohon justru takut untuk melaporkan adanya tindakan rasuah. Padahal, pembayaran yang dilakukan para pemohon dilatarbelakangi adanya paksaan.
"Bagi para pihak Yang sebenarnya mereka kan diperas nih. 'Saya takut lapor'. Kenapa? Karena nanti kan diterapkan pasal suap. Saya jadi tersangka juga. Nah seperti itu," tandasnya.
(Fahmi Firdaus )