JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyelidiki kasus dugaan korupsi perpanjangan konsesi Tol Cawang-Pluit oleh PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP). Saat ini, Korps Adhyaksa telah meminta klarifikasi sejumlah pihak.
Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna. Ia mengatakan, pihaknya telah membuka penyelidikan untuk menelisik kasus tersebut.
"Masih lidik (penyelidikan), masih pendalaman," kata Anang di sela-sela konferensi pers, Jumat (12/9/2025).
Anang memaparkan, pihaknya sedang meminta klarifikasi sejumlah pihak. Ia pun menekankan, belum ada penetapan tersangka dalam kasus ini, sebab penanganannya belum naik ke tahap penyidikan.
"Kalau klarifikasi pasti ada yang diminta keterangan, tapi sifatnya ini kan klarifikasi. Belum ada penetapan, belum naik ke penyidikan," ujar Anang.
Namun saat disinggung soal jumlah pihak yang telah dimintai keterangan, Anang belum mengungkapkannya.
Pasalnya, kata dia, penanganan kasus di penyelidikan masih bersifat tertutup. "Masih tertutup, kalau sifatnya penyelidikan masih tertutup," tegas Anang.
Sekadar informasi, Surat perintah penyelidikan dikeluarkan pada 11 Juli 2025. Sementara surat panggilan terhadap sejumlah direksi CMNP dikirim pada 29 Agustus 2025.
Kasus ini diduga bermula dari dugaan perpanjangan konsesi tanpa audit sebagaimana diatur dalam PP No.27 Tahun 2014. Perpanjangan tersebut juga tidak melalui lelang, melanggar UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Kondisi ini menimbulkan kerugian negara, karena potensi pendapatan negara justru dikelola kembali oleh perusahaan. Bahkan, pembangunan fisik tol hingga kini baru 30 persen dari target 100 persen pada 2022.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Kementerian PUPR sebelumnya telah mengambil alih proyek, karena CMNP dianggap gagal menyelesaikan pembangunan sesuai perjanjian.
Proses audit pun dilakukan untuk memastikan penggunaan dana selama masa konsesi. Dugaan penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi juga menjadi sorotan, termasuk potensi pelanggaran aturan pasar modal.
Sejak masa konsesi berakhir pada 31 Maret 2025, hasil operasional ruas tol seharusnya masuk kas negara. Nilainya diperkirakan sekitar Rp500 miliar yang wajib disetor segera. Selanjutnya, pendapatan tol harus terus masuk ke negara sampai pengelolaan ditenderkan ulang. Publik menilai uang itu sangat krusial untuk menutup kerugian negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelumnya telah merekomendasikan agar perpanjangan konsesi CMNP dibatalkan karena tidak melalui audit. Laporan hasil pemeriksaan BPK Nomor 17/LHP/XVII/05/2024 juga menegaskan perlunya audit menyeluruh terhadap kinerja CMNP. Pemerintah pun diminta segera mengambil alih operasional tol untuk menghindari kerugian berlanjut.
Ketidakpastian kepemilikan dan konsesi CMNP juga berdampak pada sektor pasar modal. Saham CMNP yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dinilai rawan, sehingga muncul desakan agar perdagangan sahamnya disuspensi sementara. Beberapa pihak bahkan meminta perbankan tidak lagi memberikan pinjaman kepada CMNP.
iNews Media Group telah berupaya untuk meminta klarifikasi dan tanggapan atas kasus ini ke pihak CMNP melalui kuasa hukumnya, Primaditya Wirasandi. Namun, Primaditya tak kunjung merespons hingga berita ini ditayangkan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, meminta Kejagung mengusut tuntas kasus dugaan korupsi perpanjangan konsesi Tol Cawang-Pluit oleh PT CMNP.
"Iya (Kejagung harus usut tuntas)," kata Uchok saat dihubungi dalam pesan singkat, Selasa (9/9/2025).
Uchok mengatakan, perpanjangan konsesi proyek itu telah terjadi potensi tindak pidana korupsi. Hal ini diyakini lantaran proyek strategis nasional itu diduga diberikan secara penunjukan langsung ke CMNP, tanpa melalui proses pelelangan terbuka.
Ia menilai, langkah pemberian hak pengembangan jalan tol secara langsung kepada PT CMNP telah melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola infrastruktur nasional. Menurutnya, ketidakterbukaan dalam proses pengadaan membuat negara berpotensi merugi secara finansial dan menciptakan iklim yang tidak sehat dalam pembangunan sektor jalan tol.
“Pemberian proyek jalan tol Ancol Timur-Pluit kepada PT CMNP dilakukan tanpa lelang. Ini jelas-jelas melanggar prinsip good governance dan mengandung dugaan kuat unsur pidana korupsi,” tegas Uchok.
Kendati tak ada proses lelang, ia berkata, Pemerintah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan skema investasi terbaik, termasuk teknologi konstruksi, efisiensi biaya, dan kecepatan pengerjaan dari para pelaku usaha lainnya.
“Penunjukan langsung berpotensi menyebabkan kenaikan biaya investasi yang seharusnya bisa ditekan jika melalui kompetisi sehat. Ujungnya, masyarakat bisa terbebani tarif tol yang lebih mahal dan masa konsesi yang lebih panjang,” ungkapnya.
Bahkan, kata Uchok, proyek yang digarap CMNP itu berjalan tanpa pengawasan ketat.
“Pelaksanaan konstruksi mereka tidak disiplin. Target penyelesaian triwulan II 2023 tidak tercapai. Ini bukti bahwa tanpa lelang, kontrol terhadap pelaksana proyek juga longgar,” tambahnya.
"Oleh karena itu, CBA secara resmi mendesak Kejagung untuk segera turun tangan dan membuka penyelidikan menyeluruh terhadap dugaan penyimpangan ini," tutup Uchok.
(Fahmi Firdaus )