JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Didik Mukrianto menepis isu liar yang menyebut hubungan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo renggang. Menurutnya, isu itu tak berdasar dan tak sesuai dengan fakta.
Hal ini dilontarkan Didik, sekaligus menepis isu liar hubungan SBY dan Sigit retak, yang berkembang di media sosial (sosmed). Isu itu berkembang setelah ada potongan video SBY yang tak menyalami Sigit dalam acara perayaan puncak HUT ke-80 TNI di Monas, Minggu (5/10/2025).
"Sebagai negarawan yang telah memimpin Indonesia selama dua periode, Pak SBY sangat dikenal dengan sikap rendah hati, penuh hormat, dan menghargai setiap individu tanpa memandang apapun, termasuk jabatan, pangkat, dan kedudukan. Guru dan pemimpin bangsa yang sangat dihormati dan ditauladani," ujar Didik saat dihubungi, Selasa (7/10/2025).
Bagi Didik, SBY perwujudan pemimpin yang dekat dan dicintai rakyat. Ia menilai, SBY merupakan guru bangsa yang humanis, sarat ketauladanan, selalu menginspirasi dan memotivasi, serta memberikan dorongan atau pengarahan kepada siapa saja yang ingin maju.
"Bagi saya jika ada narasi atau spekulasi negatif yang menghubungkan Bp. SBY dan Kapolri sangat ajaib dan tidak masuk akal. Hubungan antara SBY dan Kapolri sangat baik. Klaim 'kerenggangan' tersebut jelas spekulasi yang tidak berdasar dan bertentangan dengan fakta," ujar Didik.
Padahal, kata Didik, pada momen tertentu SBY dan Sigit berbincang akrab di mimbar kehormatan sebelum dan sesudah momen tersebut. Keduanya, kata dia, tampak duduk berdampingan, saling menghormati, dan menunjukkan interaksi yang hangat.
"Momen yang terekam dalam video merupakan bagian dari situasi dinamis di tengah acara kenegaraan berskala besar. SBY, yang hadir dengan seragam loreng TNI sebagai wujud penghormatan kepada institusi TNI, naik panggung untuk mendampingi Presiden Prabowo Subianto sebagai inspektur upacara," tutur Didik.
"Dalam alur protokol militer yang ketat dan suasana acara yang penuh dengan agenda defile pasukan serta parade udara, urutan salaman dapat terjadi secara situasional," imbuhnya.
Kendati demikian, Didik mengajak seluruh pihak untuk menggunakan media sosial secara lebih bijaksana dan tak menyebarkan serta mempercayai narasi keliru.
"Potongan video yang diedit atau diambil di luar konteks sering kali digunakan untuk menciptakan sensasi, padahal fakta lengkap menunjukkan harmoni dan semangat persatuan," pungkasnya.
(Fetra Hariandja)