“Konteksnya itu yang kemudian membuat keterangan seseorang dapat dijadikan alat bukti saksi. Jadi tentu saja kalau tidak memenuhi syarat tersebut, maka tidak bisa dikategorikan sebagai alat bukti keterangan saksi,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, TAUD juga mempertanyakan soal alat bukti yang diperoleh setelah seseorang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka menanyakan apakah bukti baru tersebut dapat dimasukkan sebagai bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP.
“Apakah alat bukti yang baru diperoleh setelah penetapan tersangka masuk dalam bukti permulaan yang cukup sebagaimana Pasal 1 angka 14 KUHAP?” tanya Fandi.
Menanggapi hal itu, Ijud menjelaskan bahwa dalam proses penyelidikan, penyidik memang membutuhkan pengumpulan bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana dan menetapkan seseorang sebagai tersangka. Oleh karena itu, dibutuhkan bukti permulaan yang cukup sebelum penetapan tersangka dilakukan.
“Tentu saja secara logis, penetapan tersangka harus didasarkan pada alat bukti yang diperoleh sebelumnya. Namun, dalam praktiknya, bisa saja setelah penetapan tersangka, penyidik menemukan bukti baru,” jelas Ijud.
“Ketika misalnya ada bukti yang muncul setelah penetapan tersangka, pertanyaannya adalah apakah bukti itu dapat digunakan sebagai bukti permulaan. Jadi, kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi,” pungkasnya.
(Awaludin)