 
                
GAZA - Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas melaporkan sedikitnya 104 warga Palestina tewas dalam gelombang serangan Israel. Peristiwa ini terjadi setelah Israel menuduh Hamas membunuh seorang tentaranya dan melanggar perjanjian gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat (AS).
Militer Israel mengatakan menyerang puluhan sasaran teror dan teroris sebagai tanggapan atas pelanggaran yang dilakukan Hamas terhadap kesepakatan gencatan senjata. Menteri Pertahanan Israel menuduh Hamas melakukan serangan di Gaza yang menewaskan seorang tentara Israel, dan melanggar persyaratan pengembalian jenazah sandera yang tewas.
Seperti dilansir BBC, Kamis (30/10/2025), Hamas membantah tuduhan tersebut. Hamas memastikan klaim Israel tidak ada hubungannya dengan serangan itu. Israel justru berusaha merusak kesepakatan.
Presiden AS Donald Trump mempertahankan pernyataannya bahwa "tidak ada" yang akan membahayakan gencatan senjata. Tetapi Trump menyatakan Israel harus membalas ketika tentaranya menjadi sasaran.
Serangan Israel menghantam rumah, sekolah, dan blok perumahan di Kota Gaza dan Beit Lahia di Gaza utara, Bureij dan Nuseirat di bagian tengah, serta Khan Younis di selatan. Saksi mata di Kota Gaza melihat pilar api dan asap menjulang ke udara saat ledakan mengguncang beberapa area perumahan.
Kementerian kesehatan Gaza mengatakan total 104 orang tewas, termasuk 46 anak-anak dan 20 wanita, dan lebih dari 250 orang lainnya terluka.
Di lingkungan Sabra, Kota Gaza, tiga wanita dan seorang pria ditarik dari reruntuhan rumah keluarga al-Banna. Di kamp pengungsi Bureij, lima anggota keluarga Abu Sharar tewas dalam serangan di rumah mereka di area Blok 7.
Di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, para wanita berkumpul untuk meratapi jenazah seorang ibu, Bayan al-Shawaf, dan keempat anaknya yang tewas dalam serangan terhadap tenda di kamp bagi keluarga pengungsi di daerah al-Mawasi.
"Dunia macam apa ini? Apakah ini yang namanya gencatan senjata?" tanya sepupu Bayan, Umm Mohammed. "Mereka [anak-anak] yang sedang tidur. Mereka ingin belajar," ungkapnya.
 
(Fetra Hariandja)