Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Saksi Mata Ungkap Kebrutalan RSF di Al-Fashir, Sudan: Ratusan Pria Dikumpulkan dan Dieksekusi

Rahman Asmardika , Jurnalis-Sabtu, 01 November 2025 |11:59 WIB
Saksi Mata Ungkap Kebrutalan RSF di Al-Fashir, Sudan: Ratusan Pria Dikumpulkan dan Dieksekusi
Warga sipil mengungsi dari Al Fashir, Sudan.
A
A
A

JAKARTA – Saksi mata menceritakan pembantaian oleh tentara paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) setelah merebut kota Al-Fashir di Darfur, Sudan. Insiden ini mewujudkan kekhawatiran para aktivis dan pengamat akan tindakan RSF setelah merebut Al-Fashir dari pasukan pemerintah pada akhir pekan lalu.

Alkheir Ismail mengungkapkan bahwa para milisi RSF yang menunggang unta mengumpulkan ratusan pria di dekat kota Al-Fashir dan membawa mereka ke sebuah waduk, sambil meneriakkan hinaan rasial sebelum mulai menembak. Ismail, yang berada di antara para pria yang dibawa, mengatakan bahwa dia selamat karena salah seorang milisi ternyata teman sekolahnya dan mengenalinya, sehingga membiarkannya melarikan diri.

"Dia berkata kepada mereka, 'Jangan bunuh dia,'" kata Ismail dalam sebuah wawancara video dengan jurnalis lokal. "Bahkan setelah mereka membunuh semua orang – teman-teman saya dan semua orang lainnya."

Ia mengatakan sedang membawa makanan untuk kerabat yang masih berada di kota ketika kota itu direbut oleh RSF pada Minggu (26/10/2025). Keterangan Ismail belum dapat diverifikasi secara independen.

 

Para aktivis dan analis telah lama memperingatkan akan adanya pembunuhan balas dendam berdasarkan etnis oleh RSF, bahkan sebelum pasukan paramiliter itu merebut Al-Fashir — benteng terakhir militer Sudan di Darfur.

Kantor hak asasi manusia PBB membagikan laporan lain pada Jumat (31/10/2025), memperkirakan ratusan warga sipil dan pejuang tak bersenjata mungkin telah dieksekusi. Pembunuhan semacam itu dianggap sebagai kejahatan perang.

RSF, yang kemenangannya di Al-Fashir menandai tonggak sejarah dalam perang saudara Sudan yang telah berlangsung selama dua setengah tahun, telah membantah pelanggaran tersebut. Mereka mengatakan bahwa laporan itu telah direkayasa oleh musuh-musuhnya dan melontarkan tuduhan balasan terhadap mereka.

Reuters telah memverifikasi setidaknya tiga video yang diunggah di media sosial yang menunjukkan pria-pria berseragam RSF menembak tawanan tak bersenjata dan selusin video lainnya yang menunjukkan kumpulan mayat setelah penembakan.

 

Namun, seorang komandan senior RSF menyebut laporan tersebut sebagai "ekspresi berlebihan media" yang dilakukan oleh tentara dan para pejuang sekutunya "untuk menutupi kekalahan dan kehilangan Al-Fashir."

Pimpinan RSF telah memerintahkan penyelidikan atas pelanggaran yang dilakukan oleh anggota RSF dan beberapa orang telah ditangkap, ujarnya, seraya menambahkan bahwa RSF telah membantu orang-orang meninggalkan kota dan meminta bantuan organisasi-organisasi bantuan untuk membantu mereka yang masih tersisa.

Ia mengatakan tentara dan pejuang yang berpura-pura menjadi warga sipil telah dibawa untuk diinterogasi.

"Tidak ada pembunuhan seperti yang diklaim," kata komandan tersebut kepada Reuters menanggapi permintaan komentar.

Beberapa saksi mata mengatakan kepada badan amal medis global Medecins Sans Frontieres (MSF) atau Dokter Tanpa Batas bahwa sekelompok 500 warga sipil dan tentara dari Angkatan Bersenjata Sudan beserta kelompok-kelompok sekutu mencoba melarikan diri pada 26 Oktober, tetapi sebagian besar terbunuh atau ditangkap oleh RSF dan sekutunya.

 

"Para penyintas melaporkan individu-individu dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, usia, atau identitas etnis yang dipersepsikan, dan banyak yang masih ditawan untuk tebusan, dengan jumlah berkisar antara 5 juta hingga 30 juta pound Sudan (Rp133 juta hingga Rp830 juta)," kata MSF dalam sebuah pernyataan pada Jumat.

Direbutnya Al-Fashir oleh RSF mengukuhkan pembagian de facto negara itu, yang sebelumnya telah terpecah oleh kemerdekaan Sudan Selatan pada 2011 setelah puluhan tahun perang saudara.

Dalam pidatonya pada Rabu malam, kepala RSF Mohamed Hamdan Dagalo meminta para pejuangnya untuk melindungi warga sipil dan mengatakan pelanggaran akan ditindak. Ia tampaknya mengakui laporan penahanan dengan memerintahkan pembebasan para tahanan.

(Rahman Asmardika)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement