JAKARTA - Pemerintah Indonesia menegaskan komitmen terhadap keadilan iklim dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) yang berlangsung di Belem, Brasil.
Dalam negosiasi iklim global tersebut, pemerintah mengumumkan pengakuan atas 1,4 juta hektare hutan adat, sebuah langkah bersejarah yang menempatkan masyarakat lokal sebagai garda terdepan dalam aksi iklim.
Inisiatif yang digagas oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan BPLH ini dipandang sebagai bentuk konkret dari keadilan sosial-ekologis.
Selama ini, masyarakat adat yang hidup berdampingan dengan hutan sering kali terpinggirkan. Namun kini, hak masyarakat adat atas tanah leluhur mereka diakui secara resmi oleh negara, memberikan mereka kekuatan hukum untuk menjaga dan mengelola hutan secara berkelanjutan.
Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq menekankan pentingnya memastikan tidak ada pihak yang tertinggal dalam transisi menuju masa depan yang lebih baik.
"Keadilan iklim berarti memastikan tak ada yang tertinggal. Indonesia siap memimpin dengan memadukan kebijakan, sains, dan nilai sosial," ujar Hanif Faisol, Jumat (7/11/2025).
Hanif menegaskan, bahwa langkah ini bukan hanya tentang konservasi, tetapi juga pemberdayaan. Dengan hak yang jelas, masyarakat adat dapat mengembangkan ekonomi berbasis kelestarian hutan, seperti ekowisata dan produk hasil hutan non-kayu.
“Ini adalah bukti bahwa aksi iklim yang efektif adalah aksi yang berakar pada keadilan dan menempatkan manusia sebagai pusatnya, sebuah pesan kuat yang dibawa Indonesia dari Belem untuk dunia,” pungkasnya.
(Awaludin)