Menanggapi hal ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan bahwa rumah sakit wajib memberikan penanganan medis dalam situasi darurat, tanpa melihat status administrasi pasien. Kemenkes juga meminta agar nama rumah sakit yang menolak pasien tersebut diungkap ke publik.
Sementara itu, Menko PMK Pratikno menyatakan akan menelusuri kasus Repan dan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membahas persoalan kepemilikan KTP warga Baduy.
Nurhadi menekankan bahwa pemerintah harus menjamin setiap warga negara memiliki akses terhadap layanan medis dasar, terutama dalam keadaan darurat.
“Rumah sakit ataupun fasilitas kesehatan tidak boleh menolak pasien hanya karena persoalan administrasi seperti tidak memiliki KTP,” ujarnya.
Politikus asal Jawa Timur itu juga menyoroti kondisi masyarakat Baduy Dalam yang secara historis memiliki pola kehidupan berbeda, termasuk dalam hal administrasi kependudukan. Menurutnya, hal tersebut kerap menjadi penghambat ketika mereka menghadapi situasi darurat.
“Pemerintah perlu memastikan masyarakat adat atau komunitas khusus mendapat kemudahan dalam memperoleh dokumen dasar, atau minimal memiliki pengakuan administrasi agar hak-hak dasar mereka terlindungi,” tegasnya.