JAKARTA – Pemerintah China dilaporkan meningkatkan pengawasan terhadap masyarakat di tengah kondisi negara yang diwarnai ketidakpastian. Langkah ini diambil sejak menjelang Sidang Pleno Keempat Partai Komunis China yang berlangsung pada akhir Oktober 2025, yang ditandai dengan peningkatan pengendalian negara dan penahanan publik.
Dilansir The Hong Kong Post, Minggu (9/11/2025), salah satu peristiwa mencolok terjadi di Provinsi Guangxi, di mana ribuan siswa di Sekolah Kejuruan No. 1 Yulan melakukan mogok massal pada 16 Oktober. Protes ini muncul sebagai respon atas kebijakan pembatasan penggunaan ponsel hingga tiga jam per hari, yang diberlakukan dua bulan setelah tahun ajaran dimulai.
Para siswa, yang mengandalkan ponsel untuk keperluan akademik dan sosial, menggelar aksi di lapangan olahraga sekolah. Video yang beredar menunjukkan guru berupaya membubarkan massa menggunakan alat pemadam api, namun para siswa tetap melanjutkan protes hingga kebijakan tersebut direvisi.
Kejadian ini mencerminkan sentimen di kalangan generasi muda di China yang mulai menentang pembatasan dan pengawasan digital yang ketat. Beberapa negara lain menggunakan pendekatan lebih moderat dalam mengatur penggunaan ponsel di sekolah, sementara langkah China terlihat lebih tegas dalam menjaga konsistensi ideologis dan ketertiban sosial.
Selain itu, pengawasan juga menyasar pegawai negeri di sektor keuangan, energi, dan teknologi, yang sejak awal bulan lalu diminta menyerahkan paspor dan mengalami pembatasan izin perjalanan luar negeri tanpa batas waktu yang jelas. Meski belum ada kebijakan resmi tertulis, instruksi lisan efektif dalam sistem birokrasi yang menekankan kepatuhan. Seorang pegawai di Beijing menyatakan bahwa departemennya mematuhi aturan tersebut karena kekhawatiran terkait potensi pelarian modal dan kebocoran informasi.
Pembatasan mobilitas ini diduga sebagai bagian dari strategi untuk memastikan loyalitas dan mencegah dissent menjelang sidang pleno. Analis menilai pemerintah berhati-hati terhadap risiko kebocoran informasi dan citra negatif selama periode politik yang sensitif.
Di Shanghai, kemunculan kembali pusat penahanan tidak resmi atau "penjara hitam" menimbulkan kekhawatiran terkait hak asasi manusia. Sebuah laporan menyebut seorang pembuat petisi berusia 70 tahun dikurung di rumah tanpa akses ke makanan dan obat, yang memicu aksi dukungan dan berujung ketegangan dengan aparat. Aktivis lain dilaporkan ditahan di fasilitas serupa di Pulau Chongming karena dianggap berisiko menarik perhatian media asing.
Metode tersebut, yang sering muncul menjelang pertemuan politik penting, menunjukkan upaya pemerintah meredam perbedaan pendapat. Namun, dengan tekanan anggaran yang makin ketat, penahanan kini lebih banyak dilakukan melalui tahanan rumah dengan pengawasan ketat dan pelaporan lokasi harian via ponsel. Polisi di kota besar juga melakukan penggerebekan di desa-desa pemohon dengan penahanan tanpa alasan yang jelas.
Dari sisi ekonomi, festival belanja tahunan Double 11 yang biasanya jadi indikator kekuatan konsumsi kini mengalami penurunan signifikan. Walaupun didukung promosi besar-besaran dari perusahaan e-commerce seperti Alibaba dan JD.com, minat konsumen tetap rendah. Pengeluaran pada musim liburan turun ke level terendah selama tiga tahun terakhir, dengan fokus bergeser ke kebutuhan dasar. Beberapa penyiar utama mengungkapkan tekanan besar dalam penjualan, sementara analis memprediksi penurunan penjualan peralatan rumah tangga hingga 20% pada kuartal terakhir.
Kondisi ekonomi mencerminkan kekhawatiran konsumen terkait upah yang stagnan, tingginya pengangguran muda, dan pasar properti yang melemah. Suasana perayaan belanja yang sempat semarak bergeser ke pola belanja yang lebih berhati-hati dan promosi yang kurang intensif.
Sidang Pleno Keempat PKC berupaya menjawab berbagai dinamika sosial, kebijakan administratif, dan tantangan ekonomi yang menunjukkan posisi China menghadapi berbagai tekanan. Meski upaya pemerintah untuk memperkuat kontrol dapat memberikan stabilitas jangka pendek, tantangan struktural dan ketidakpuasan publik yang mendalam tetap menjadi isu penting ke depan.
(Rahman Asmardika)