Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Israel Loloskan Tahap Awal RUU Hukuman Mati untuk Tahanan Palestina

Erha Aprili Ramadhoni , Jurnalis-Rabu, 12 November 2025 |10:22 WIB
Israel Loloskan Tahap Awal RUU Hukuman Mati untuk Tahanan Palestina
Israel Loloskan Tahap Awal RUU Hukuman Mati untuk Tahanan Palestina (EPA)
A
A
A

JAKARTA - Parlemen Israel telah mengesahkan pembacaan pertama Rancangan Undang-Undang yang akan memperkenalkan hukuman mati untuk tahanan Palestina yang dianggap sebagai teroris.

1. Parlemen Israel Sahkan Pembacaan Pertama RUU Hukuman Mati

Melansir Al Jazeera, Rabu (12/11/2025), amandemen hukum pidana, yang diusulkan Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir, disetujui dengan 39 suara berbanding 16 dari 120 anggota Knesset pada Senin (10/11/2025). Ini menandakan amandemen tersebut mendapat dukungan dari pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

The Times of Israel melaporkan, menurut rancangan teks tersebut, hukuman mati akan diterapkan kepada individu yang membunuh warga Israel dengan motif "rasis" dan "dengan tujuan merugikan Negara Israel dan kebangkitan kembali orang-orang Yahudi di tanahnya".

Para kritikus mengatakan, kata-kata tersebut berarti bahwa dalam praktiknya, hukuman mati akan diterapkan hampir secara eksklusif kepada warga Palestina yang membunuh orang Yahudi, bukan kepada kelompok garis keras Yahudi yang melakukan serangan terhadap warga Palestina.

2. Dikecam Amnesty International

Dalam sebuah pernyataan, Amnesty International mengecam perkembangan tersebut.

"Tidak ada yang bisa disamarkan; mayoritas dari 39 anggota Knesset Israel menyetujui dalam pembacaan pertama sebuah rancangan undang-undang yang secara efektif mengamanatkan pengadilan untuk menjatuhkan hukuman mati secara eksklusif terhadap warga Palestina," kata Erika Guevara Rosas, direktur senior LSM untuk penelitian, advokasi, kebijakan, dan kampanye.

Hukuman mati "tidak boleh dijatuhkan dalam keadaan apa pun, apalagi dijadikan senjata sebagai alat diskriminatif yang terang-terangan untuk pembunuhan, dominasi, dan penindasan yang disahkan negara", jelas Guevara Rosas.

Pejabat senior Amnesty juga menggambarkan tindakan parlemen Israel sebagai "langkah mundur yang berbahaya dan dramatis serta merupakan produk dari impunitas yang berkelanjutan terhadap sistem apartheid Israel dan genosidanya di Gaza".

Upaya untuk memperkenalkan undang-undang serupa telah gagal di masa lalu. RUU yang ada saat ini harus melewati pembacaan kedua dan ketiga sebelum menjadi undang-undang.

Sebuah pernyataan dari Komite Keamanan Nasional yang menyertakan catatan penjelasan RUU tersebut mengatakan: "Tujuannya adalah untuk memutus terorisme dari akarnya dan menciptakan pencegahan yang kuat."

 

3. Pelanggaran Terang-terangan terhadap Hukum Internasional

Ben-Gvir menyambut baik hasil pemungutan suara di media sosial dan mengatakan partainya, Jewish Power, sedang "menciptakan sejarah".

Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah mengecam desakan Ben-Gvir yang telah berlangsung lama untuk undang-undang semacam itu. Kelompok HAM memperingatkan undang-undang tersebut secara khusus menargetkan warga Palestina dan memperdalam diskriminasi sistemik.

Meskipun hukuman mati masih berlaku untuk sejumlah kecil kejahatan di Israel, Israel telah menjadi negara abolisionis de facto. Pelaku Holocaust Nazi, Adolf Eichmann, adalah orang terakhir yang dieksekusi oleh negara itu ketika ia dihukum mati pada tahun 1962.

Pemungutan suara RUU tersebut berlangsung selama gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat, yang mulai berlaku bulan lalu, yang bertujuan untuk mengakhiri perang Israel di Gaza.

Israel telah dituduh melanggar gencatan senjata dengan serangan yang konsisten terhadap Gaza. Sementara para pemukim dan militer Israel secara teratur melakukan serangan mematikan di Tepi Barat yang diduduki.

Menanggapi hasil pemungutan suara parlemen, kelompok Palestina tersebut mengatakan bahwa rancangan undang-undang tersebut "mewakili wajah fasis yang buruk dari pendudukan Zionis yang brutal dan merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional".

Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina menyebut rancangan undang-undang tersebut sebagai "bentuk baru eskalasi ekstremisme dan kriminalitas Israel terhadap rakyat Palestina".

Lebih dari 10.000 warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, saat ini ditahan di penjara-penjara Israel.

Organisasi-organisasi hak asasi manusia Israel dan Palestina menyatakan bahwa mereka menjadi sasaran penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis yang telah menyebabkan kematian banyak tahanan.

(Erha Aprili Ramadhoni)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement