Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Waspada! Ini Pertanyaan Jebakan Kelompok Teror untuk Jaring Anak-Anak

Agus Warsudi , Jurnalis-Selasa, 18 November 2025 |21:05 WIB
Waspada! Ini Pertanyaan Jebakan Kelompok Teror untuk Jaring Anak-Anak
Polri ungkap pertanyaan jebakan kelompok teror untuk jaring anak-anak (Foto: Danandaya Arya/Okezone)
A
A
A

JAKARTA — Densus 88 Antiteror Polri menangkap lima orang dewasa yang bertugas merekrut anak-anak untuk tergabung dalam kelompok terorisme. Para pelaku ini menggunakan ruang digital seperti media sosial dan gim daring untuk mencari korbannya.

"Kemudian terkait rekrutmen di dalam grup yang umum atau mungkin di gim daring atau mungkin di website dan sebagainya, itu pola ajakan seperti apakah yang sudah bisa membuat anak tiba-tiba bisa terekrut," kata Juru Bicara Densus 88 Antiteror, AKBP Mayndra Eka Wardhana, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Dalam jaringan terorisme ini, pelaku menggunakan latar belakang ideologi kanan atau agama untuk menjaring korban. Kelompok teror ini juga memberikan pertanyaan jebakan agar menjerumuskan anak menjadi radikal.

"Mungkin ada pertanyaan seperti ini, ya: 'Manakah yang lebih baik antara Pancasila dengan kitab suci?' Salah satu jebakan pertama. Jadi, Pancasila dan kitab suci itu sesuatu yang bukan apple-to-apple, tidak bisa diperbandingkan, karena keduanya memiliki posisi yang berbeda," katanya.

"Kemudian, mungkin ditanyakan lagi, 'Baik mana, negara Indonesia dengan negara berdasarkan agama?'" sambungnya.

Begitu jawaban sudah sesuai ekspektasi kelompok teror, pelaku kemudian mengundang korbannya ke sebuah grup untuk didoktrin radikalisme lebih lanjut. "Nah, mereka masuk lalu direkrut ke dalam. 'Kalau gitu kalian masuk ke sini,' atau mungkin karena nomornya sudah diketahui, maka di-invite," ucapnya.

Mayndra menegaskan, dalam proses merekrut anak-anak, kelompok teror awalnya tidak langsung memberikan ideologi terorisme. Korbannya dibuat tertarik terlebih dahulu, kemudian diajak mengikuti sebuah grup.

"Kemudian diarahkan kepada grup yang lebih privat, grup yang lebih kecil, dikelola oleh admin. Di situlah proses-proses indoktrinasi berlangsung. Jadi memang tidak bisa kita sebut satu platform saja, tetapi berbagai model," tuturnya.

Melalui media sosial, kelompok teror ini menyebarkan visi utopia sebagai daya tarik untuk anak-anak. "Jadi memang kita paham bahwa di media sosial ini ada beberapa jenis platform yang menyediakan saluran, baik umum maupun privat. Tentunya di platform umum akan disebarkan dulu visi-visi utopia," kata Mayndra.

Selain merekrut anak-anak melalui media sosial, kelompok teror juga mencari korbannya di dunia gim daring. Pelaku membujuk korban agar bergabung hingga akhirnya dimasukkan ke grup khusus.

"Ada beberapa kegiatan yang dilakukan anak-anak kita ini, seperti bermain gim daring. Nah, di situ mereka juga punya sarana komunikasi chat. Ketika di sana terbentuk komunikasi, mereka kemudian dimasukkan ke dalam grup yang lebih khusus, lebih terenkripsi, dan tidak bisa diakses oleh umum," ucapnya.

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement