JAKARTA - Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA) melaporkan dugaan beberapa poin pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pengacara pelapor tunggal Tara Pradipta Laksmi dalam Kasus Hukum Anand Krishna, Agung Mattauch, dan saksi ahli Muhammad Abrory Djabbar ke Dewan Kehormatan Pusat Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
Mereka dinilai secara sistematis telah melakukan penggiringan opini publik untuk menjatuhkan proses “trial by press” kepada Anand Krishna sebelum kasusnya diproses. Upaya sistematis ini terindikasi jelas pada komentar-komentarnya diberbagai media online terkait penodaan agama, tanggal 25 Februari 2010.
"Yang kemudian dilanjutkan dengan tuduhan 'Anand Krishna alihkan Isu ke Pluralisme' tertanggal 6 Maret 2010 dan tanggal 14 April 2010 tentang upaya pengalihan opini oleh Kubu Anand Krishna. Padahal dirinya sendiri yang mengiring opini tentang penodaan agama sejak 25 Februari 2010," ujar anggota Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA) Wayan Sayoga kepada okezone, Kamis (8/12/2011).
Upaya melontarkan tuduhan-tuduhan palsu tanpa bukti ini, kata Wayan, dilanjutkan di Komisi Yudisial (KY) pada 2 Desember 2011 lalu ketika mengadukan Majelis Hakim Kasus Anand Krishna, yakni Albertina Ho, Suko Harsono dan Muhammad Razzad dengan tuduhan-tuduhan tanpa disertai bukti-bukti.
Menurutnya, Agung kerap melontarkan tuduhan tidak benar terhadap Majelis Hakim dan melakukan kebohongan publik di media, dimana Majelis Hakim dinilai membiarkan pihak Anand Krishna menambah saksi ahli yang meringankan, tidak menghadirkan saksi ahli yang memberatkan Anand Krishna.
"Mengabaikan bukti sperma Anand Krishna dan Majelis Hakim semobil dengan Anand Krishna sewaktu melakukan pemeriksaan tempat perkara," katanya.
Padahal semua tuduhan menurutnya bohong dan dapat didengarkan dan diverifikasi dari rekaman persidangan bahwa. Saksi ahli yang meringankan Anand Krishna tidak pernah bertambah tapi hanya didengarkan kembali kesaksiannya oleh Majelis Hakim.
Menurut Wayan, cara-cara seperti itu mengarah pada pelanggaran Kepribadian Advokat sebagaimana termuat dalam Kode Etik profesi Advokat Perhimpunan Advokat Indonesia (25 Mei 2002), antara lain Pasal 2 tentang Kejujuran, Moral yang Tinggi dan lain-lain.
Pasal 3 b yakni untuk Mengutamakan Tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan, dan bukan semata untuk mencari keuntungan materi, Pasal 3c untuk menghormati dan memperjuangkan Hak-hak Asasi Manusia; Pasal 3g: menjunjung tinggi Profesi Terhormat (officium nobile) seorang pengacara dan Pasal 3h tentang sikap Sopan. “Kebohongan-kebohongan publik seperti ini tidak sepantasnya dilakukan oleh orang-orang yang berprofesi mulia seperti advokat,” tambahnya.
Selain itu, KPAA juga melaporkan MD Abrory Djabbar, yang menjadi salah satu saksi yang memberatkan dalam kasus Anand Krishna. “Kami melaporkan dugaan pelanggaran kode etik profesi ini dengan kliping media dan rekaman persidangan yang telah kami dengar dan pelajari. Jadi bukan asal melaporkan, dan asal melemparkan tuduhan tanpa bukti," kata Wayan.
Wayan berharap Dewan Kehormatan Pusat Peradi dapat menerima laporan ini dan menindaklanjutinya dengan memanggil mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Sementara itu, Agung Mattauch ketika dikonfirmasi siap menghadapi laporan ini. “Siap, kami sudah sesuai prosedur. Itu hak, kami murni mencari keadilan, kami melihat kubu Anand, selama ini kan sidang tertutup. Justru mereka yang melakukan pembentukan opini. Kami resmi formal. Kalaupun mereka pakai PR ya silakan saja itu hak mereka," tandasnya.
(Muhammad Saifullah )