JAKARTA- Gugatan tiga warga DKI Jakarta atas UU No 29 Tahun 2007 tentang Pemprov DKI Jakarta di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai hanya upaya untuk mencari sensasi.
Menurut Ketua Dewan Kehormatan Pengawas Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie, Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jakarta sebaiknya jangan dimanfaatkan untuk uji materiil (Judicial Review)
"Enggak usah bikin bingung masyarakat. Kepentingannya apa? Apa mau dukung Jokowi atau menjatuhkan Jokowi atau mencari popularitas," kata Jimly kepada wartawan di Jakarta, Jumat (13/7/2012).
Tiga warga DKI Jakarta mendaftarkan uji materi pasal dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 yang mengatur tentang Pilkada DKI dua putaran, ke Mahkamah Konstitusi (MK)
Seperti diketahui tiga orang warga, Abdul Havid Permana warga RT 5 RW 4, Cipinang Asem, Jakarta Timur, Mohammad Huda warga RT 3 RW 6 Rawamangun Jakarta Timur dan Satrio Fauzia Damardjati warga RT 5 RW 3 Karang Tengah, Cilandak, Jakarta Selatan, mengajukan gugatan.
Pasal yang digugat yakni Pasal 11 ayat (2) UU 29/2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu menyebutkan apabila tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, diadakan pilkada putaran kedua.
Menurut ketiganya, pilkada dua putaran merupakan konspirasi jahat dan menghambur-hamburkan anggaran. Ketentuan pilkada dua putaran di UU 29/2007 tersebut tidak sinkron dengan Pasal 107 ayat (2) UU nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 107 ayat (1) menyebutkan pasangan calon kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Sedangkan ayat (2) menyebut apabila ketentuan ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan yang memperoleh suara lebih dari 30 persen dari jumlah suara sah, yakni pasangan yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
Jimly mengatakan, di dalam pasal 18 b ayat 1 UUD sudah menyatakan, negara mengakui dan menghormati satuan pemerintah daerah yang bersifat khsusus dan istimewa yang diatur oleh UU. "Jadi DKI itu diatur UU, kalau pemilihan gubernurnya harus 50 persen baru ditetapkan. Berbeda dengan daerah lain. Penyelenggaran Pilgub DKI sudah benar dan berdasarkan atas peraturan perundang-undangan yang konstitusional," jelasnya.
Diakatakan olehnya UU Pemda DKI tidak menggunakan UU yang berlaku umum. Jadi dilakukan dua putaran. "Para pendukung Jokowi harus sabar. dia kan sudah menang, tapi kalau gerasak gerusuk tidak sabar malah jadi jelek. Ngapain bikin masalah baru," tutupnya.
(Stefanus Yugo Hindarto)