Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sabtu Kelabu, Kini Hilang Tertiup Angin

Anita Nur Fitriany , Jurnalis-Jum'at, 27 Juli 2012 |06:13 WIB
Sabtu Kelabu, Kini Hilang Tertiup Angin
A
A
A

JAKARTA - Enam belas tahun sudah peristiwa pengambilalihan secara paksa Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang terletak di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat, yang pada saat itu masih dikuasai oleh pendukung Megawati Soekarnoputri. Orang yang disebut-sebut sebagai suruhan Soerjadi, Ketua Umum PDI Medan, melakukan penyerbuan dengan dibantu oknum aparat. Perampasan yang dilakukan secara paksa ini memancing emosi orang banyak sehingga terjadi kerusuhan besar-besaran. Hingga pada akhirnya, kerusuhan ini meluas ke kawasan lain.
 
Awalnya, ada sekitar 300 hingga 400 orang yang sedang siap siaga berjaga di kantor DPP Partai PDI. Namun, tak lama mereka didatangi oleh komplotan yang datang berbondong-bondong menggunakan baju merah yang tidak lain adalah pasukan massa Soerjadi dan aparat. Kedatangan pasukan tersebut disambut oleh massa pendukung Megawati dengan lemparan batu hingga mereka membalasnya dengan lemparan api. Semua menjadi porak poranda tak terkendali. Gedung-gedung dan kendaraan yang berada di kawasan tersebut habis dilahap api.
 
Akar dari kerusuhan yang terjadi berawal dari sebuah konflik internal antara Megawati dengan Soerjadi. Keadaan panas tersebut ternyata dijadikan sebuah waktu yang tepat oleh Soeharto untuk mengkambing hitamkan keduanya. Kepentingan apa yang diuntungkan Soeharto? Jelas, pada masa itu adalah untuk memperebutkan kekuasaan. Jika Megawati lenyap, maka sistem demokrasi tidak ada, otoriterlah yang berkuasa.
 
Peristiwa porak poranda itu menewaskan lima pendukung massa Megawati, 149 lainnya mengalami luka-luka, dan 136 orang ditahan. Pernyataan ini dilansir berdasarkan catatan Komnas HAM. Namun, saksi lain mengatakan bahwa ada puluhan korban yang tewas dan sekitar 300 orang yang mengalami luka-luka.
 
Pada saat itu, militer Indonesia menuduh aktivis Partai Rakyat Demokratis (PRD) yang dipimpin oleh Budiman Sudjatmiko sebagai dalang dari kerusuhan setelah peristiwa penyerbuan kantor DPP Partai PDI. Sayangnya, dalam persidangan, pengadilan tidak dapat membuktikan jika komplotan PRD sebagai penyebab kerusuhan.
 
Namun, apa yang terjadi pada saat ini? Peristiwa itu tiba-tiba sengaja hilang tertiup angin tanpa memecahkan persoalan. Tragedi tersebut sampai saat ini belum dapat diselesaikan secara hukum. Mega berpikir, jika cara-cara hukum dikedepankan, maka dirinya akan berhadapan langsung dengan TNI dan jajarannya yang pada tahun kepemimpinan Mega masih berkuasa di Jakarta. Karena, mereka memiliki senjata, dan sewaktu-waktu aparat bisa saja mengancam pemerintahannya.

Bahkan, ketika Megawati menjadi orang nomor satu di Indonesia, ia melakukan pendekatan politik. Menurutnya, karena peristiwa 27 Juli adalah masalah politik, jadi harus dilakukan secara politis. Sekarang, peristiwa 27 Juli 1996 atau ‘Sabtu Kelabu’ ini sudah dikubur dalam-dalam oleh sang penguasa demi mendapatkan tempat tertinggi dari peristiwa tersebut. (berbagai-sumber) (ris)

(Ahmad Dani)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement