JAKARTA - Mejelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Da’wah Islam Indonesia (LDII) mengajak seluruh ulama untuk menolak wacana sertifikasi yang di lontarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Menurut Ketua MUI Slamet Efendi Yusuf, wacana sertifikasi ulama merupakan bentuk fasisme gara baru yang coba diterapkan oleh pihak-pihak tertentu. Meski yang menjadi referensi adalah Malaysia dan Singapura.
“Itu pemikiran fasis, otoriter, dan perlu ditertawakan di era demokrasi ini,” ujar Slamet usai halal bihalal di Kantor DPP LDII, Senayan, Jakarta, seperti dikutip dalam rilis yang diterima Okezone, Rabu (12/9/2012).
Menurut Slamet, eksistensi ulama bukan dilihat berdasarkan sebuah sertifikat. Justru aneh jika ada negara yang menerapkan sertifikasi ulama sebagai upaya deradikalisasi. “Ulama itu karena pengakuan masyarakat, karena ilmu dan amalnya, bukan karena sertifikat. Enggak perlu ada sertifikat seperti itu,” kata Slamet lagi.
Menyoal maraknya teror di Tanah Air, Slamet meminta kewaspadaan semua pihak dimulai dari lingkungan keluarga hingga ke tingkat pemerintahan terkecil seperti RT dan RW untuk menekan ruang gerak pelaku teror.
Slamet juga menegaskan, para teroris yang menyebut dirinya mati syahid adalah tidak benar. Sebab serangan teror yang dilakukan di Indonesia tidak memenuhi unsur dalam ilmu Fiqh Islam. “Bohong itu kalau mereka mati syahid. Pemahaman ini terjadi karena pengetahuan agama mereka yang rendah," ucapnya.
Terminologi jihad, kata dia, memang ada dalam Islam. Namun hal itu memiliki aturan tersendiri. Slamet menilai, jihad perang hanya bisa dilakukan di wilayah perang. Sementara Indonesia masuk wilayah aman, bukan menjadi tempat jihad perang.
"Kalau jihad perang dilakukan di wilayah aman seperti Indonesia, yang rugi adalah umat Islam sendiri. Kalau di wilayah aman kan umat Islam bisa melakukan jihad bentuk lain, seperti mengajar, atau mengangkat derajat masyarakat miskin," ucapnya.
Ketua LDII Chriswanto Santoso menambahkan, upaya deradikalisasi juga harus dilakukan melalui dakwah bilhal, karena terorisme itu juga dipicu berbagai permasalahan lain yang tak hanya persoalan teologi.
"Ada kemiskinan, kesenjangan, krisis ekonomi juga potensial memunculkan gerakan radikal. Di Eropa, karena krisis, maka Neo Nazi juga bangkit. Makanya kami juga bergerak dalam pengentasan kemiskinan," kata dia.
Wacana sertifikasi ulama, sebelumnya disampaikan Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris. Menurut dia, wacana tersebut sebagai bagian dari program deradikalisasi BNPT.
(Dede Suryana)