 
                JAKARTA - Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, mengaku sangat kecewa saat melihat keputusan hakim Mahkamah Agung (MA), yang membatalkan vonis hukuman mati terhadap gembong Narkoba beberapa waktu lalu.
Menurutnya, hal ini memperlihatkan jika pemerintah terkesan enggan untuk menerima aspirasi publik terhadap pemberantasan peredaran dan konsumsi narkoba.
"Sungguh sangat disayangkan MA dan pemerintah terkesan tidak hati-hati, tidak mendengar saran publik dalam memberi keputusan," ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (15/10/2012).
Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini menambahkan, narkoba merupakan salah satu kejahatan yang sangat rawan, dan menjadi musuh utama negara selain korupsi.
Oleh sebab itu, pemerintah seharusnya dengan tegas berani menyatakan perang terhadap narkoba, bukan malah menunjukan sikap yang seolah-olah lunak terhadap pengedar narkoba tersebut.
"Kita harus menyatakan perang pada narkoba. Sebenarnya kejahatan ini merusak moral bangsa. Harusnya hukuman itu setimpal. Persoalan ke depan yang serius itu dua, korupsi dan narkoba. Jadi pemerintah harus punya ketegasan," tandasnya.
Seperti yang diketahui ada enam tervonis kasus narkoba yang diajukan ke MA. Inilah rekam putusan MA yang dinilai menguntungkan para pengedar narkotika:
 
1. Hillary K. Chimezie (WNA Nigeria). Hukuman mati menjadi 12 tahun penjara
2. Meirika Franola alias Ola (WNI). Hukuman mati menjadi seumur hidup
3. Tan Duc Thanh Nguyen (WNA Filipina). Hukuman mati menjadi seumur hidup
4. Si Yi Chen (WNA Cina). Hukuman mati menjadi seumur hidup
5. Matthew James Norman. Hukuman mati menjadi seumur hidup
6. Henky Gunawan (WNI). Hukuman mati menjadi 15 tahun penjara.
(K. Yudha Wirakusuma)