JAKARTA - Pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Yusuf Supendi, miris dengan ditetapkanya Presiden PKS Luhfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Yusuf mengatakan, dengan adanya kasus ini semakin membuat masyarakat tak percaya lagi terhadap PKS yang mengusung citra sebagai partai dakwah. Menurutnya, tak ada gunanya PKS berdiri. Dia secara tegas mengusulkan agar PKS gulung tikar untuk kembali berdakwah saja.
"Dengan kasus ini kader yang objektif tambah tidak yakin dengan elite PKS. Kemudian khalayak ramai tambah tidak percaya, mau ngapain lagi sih? Lebih baik PKS gulung tikar kembali ke habibatnya berdakwah saja, daripada disetir politik," ujar Yusuf saat berbincang dengan Okezone, Kamis (31/1/2013).
Menurut Yusuf, untuk apa partai dilanjutkan jika hanya membuang-buang biaya yang tak sedikit jumlahnya. "Untuk apa kalau tambah parah, biaya besar, kerugian tambah besar? Kalau begini bisa punah. Rakyat tambah pintar kok. Kampung-kampung saja sudah pada tahu," tuturnya.
Yusuf mengakui bahwa PKS sudah lama ditinggalkan pendukungnya secara perlahan-lahan. Dia mencontohkan dalam kasus Pemilukada di Banten, dimana suara PKS hilang dua per tiga. Hal yang sama juga terjadi di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap impor daging sapi. Mereka yaitu Presiden PKS yang juga anggota Komisi I DPR, Luthfi Hasan Ishaaq dan orang dekatnya, Ahmad Fathanah, serta dua direktur PT Indoguna, yakni Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi.
Arya dan Juard sebagai pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sementara Ahmad dan Luthfi diduga melanggar Pasal 12 a atau b, atau Pasal 5 ayat 1 dan 2, atau pasal 11 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(Susi Fatimah)