Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Hatta Rajasa dan Hamdan Zoelva "Diadili" Para Kiai

Muhammad Saifullah , Jurnalis-Minggu, 09 Februari 2014 |01:06 WIB
Hatta Rajasa dan Hamdan Zoelva
Hatta Rajasa dan Hamdan Zoelva
A
A
A

JAKARTA - Sarasehan Nasional Ulama dan Cendekiawan Pesantren di Pondok Pesantren Al-Hikam Depok, Sabtu (8/2/2014), berjalan sangat menarik. Pasalnya, dua pejabat negara yang hadir "diadili" oleh para peserta.  
 
Dialog yang dihadiri oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva, Menko Perekonomian Hatta Radjasa dan Yudi Latif ini awalnya berjalan datar. Suasana menjadi menarik tatkala peserta mulai mengeluarkan pertanyaan yang bernada mengkritik dua pejabat negara tersebut.
 
"Pak Hatta kan pejabat negara, jangan hanya janji saja. Bapak saatnya berbuat,” kata Muzammil, peserta sarasehan dari Yogyakarta.
 
Tak hanya Hatta yang dikritik. Muzammil juga melontarkan pernyataan yang menohok kinerja MK. Menurutnya, MK selama ini belum mampu menciptakan keadilan di mata masyarakat. "MK harus progresif. Di bawah itu orang sudah main duit semua," katanya.
 
Menanggapi pertanyaan tersebut, Hatta, mengatakan, bahwa pertanyaan kiai sangat berat dijawab olehnya. "Pertanyaan ini lebih berat dari pada pertanyaan komisi di DPR," katanya.
 
Namun, Hatta tetap berusaha meyakinkan para kiai bahwa Indonesia masih bisa terus membaik. Syaratnya adalah reformasi jilid kedua.
 
Sedangkan Hamdan Zoelva angkat bicara soal soal laporan Ahmad Suryono dan Elang Rubra dari Forum Korban Putusan MK, serta Neta S Pane dan Adhie M Massardi dari Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, Mabes Polri. Laporan itu terkait pengakuan bekas ketua MK Akil Mochtar bahwa dalam panel hakim MK sebenarnya memenangkan Khofifah dalam sengketa Pilgub Jatim.
 
"Itu biasa saja bagi saya MK dilaporkan. Karena sulit sekali MK dilaporkan. Biar polisi lihat siapa yang layak," katanya.
 
Yudi Latif mengatakan, setiap institusi hukum bisa salah dalam memutuskan perkara. Karena itu, ia menyayangkan kenapa putusan MK tidak bisa diganggu gugat lagi. "MK bisa saja salah. Persoalannya putusan MK dianggap benar semua," katanya.
 
Yudi juga berbicara soal peran kiai dalam mengawal bangsa. Menurutnya, para kiai biasanya sangat peka terhadap apa yang akan terjadi di Indonesia. "Kalau ada ratusan kiai ngumpul seperti ini, kira-kira mau ada apa," katanya.
 
Dulu, katanya, sebelum resolusi jihad keluar, para kiai NU berkumpul di Madura. “Maka lahirnya reloslusi jihad yang kemudian membuat arek-arek Soroboyo bergerak,” katanya.
 
Menurutnya, dalam situasi Indonesia seperti saat ini, ulama memegang peran penting. Karena itu, dari pertuan yang dihadiri 300 kiai dan cendekiawan itu, ia berharap akan keluar keputusan berarti untuk kemajuan bangsa.
 
“Tapi syaratnya, benteng ulama jangan sampai jebol. Kalau ulama juga terlibat dalam permainan uang, berarti benteng pertahanan itu sudah jebol,” katanya.
 
Pada sesi sebelumnya, sarasehan ini menghadirkan narasumber mantan Menteri Kelautan, Rohmin Dahuri dan Rizal Ramli. Baik Rizal maupun Rohmin sangat keras mengkritik kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi.
 
“Produk buah-buahan Indonesia itu sangat tinggi. Lalu kenapa Indonesia dibanjiri oleh produk dari China. Ini semua terjadi karena ada komisi dari impor itu,” katanya.
 
Rizal Ramli mengatakan, dalam 10 tahun terakhir, ekonomi Indonesia tumbuh dengan semu. Pertumbuhan itu ditopang oleh harga komoditas yang bagus di pasar internasional dan arus masuk dana di pasar finansial.
 
Begitu harga komiditas jatuh dan uang di pasar keuangan berbalik, maka ekonomi kita masuk ke area ‘lampu kuning’. Masih kata RR1, sapaannya, sudah saatnya para kyai dan ulama mengambil peran sentral untuk menyelamatkan Indonesia agar kembali ke ‘lampu hijau’.
 
"Selama ini rakyat dininabobokan dengan mitos tingginya pertumbuhan ekonomi yang diwujudkan dalam bentuk pertumbuhan per kapita (GNP) berkisar 5,5 persen - 6 persen. Faktanya, rakyat tidak membutuhkan ekonomi makro," katanya.
 
Sementara itu, pesantren Al-Hikam selaku penyelenggara mengatakan, saat ini memang ada kecemasan dari kalangan kiai terhadap kondisi bangsa dan negara. "Karena itulah, sarasehan ini digelar," katanya.
 
Sarasehan yang dihadiri 300 kiai dan cendekiawan ini digelar selama tiga hari, yaitu 7-9 Februari. Usai mendengar uraian dari narasumber, para peserta dibagi menjadi tiga komisi. Yaitu komisi keagamaan, keumatan dan kebangsan. Hasil sidang komoisi akan menjadi rekomendasi yang akan diserahkan kepada pihak pihak terkait.

(Misbahol Munir)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement