JAKARTA – Pro dan kontra diciduknya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, oleh Bareskrim Mabes Polri, bergulir di masyarakat dan Presiden RI, jadi salah satu sosok yang tentunya diminta turun tangan oleh publik.
Memang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah angkat bicara lewat media, di mana Kapolri Jenderal Badrodin Haiti diminta untuk tidak mengambil langkah kontroversial. Sayangnya, “aksi” Jokowi itu dinilai tidak elegan oleh Koordinator Nasional Relawan Gema Nusantara, M. Adnan Rarasina.
Adnan berkaca dari era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ketika pada Oktober 2012, Novel yang juga cucu pendiri bangsa, AR Baswedan itu jadi sasaran Bareskrim untuk “digarap”, atas kasus yang sama, yakni dugaan penganiayaan tersangka pencuri sarang burung walet.
Tapi bukan itu yang dipersoalkan Adnan. Pasalnya aksi Jokowi angkat bicara lewat media massa, dinilai grasa-grusu (gegabah). Tak “main cantik” seperti yang dilakukan Presiden SBY 2012 lalu. Oleh karenanya, ketika Jokowi berbicara lewat media, hal itu dianggap sarat intervensi proses hukum.
"Di era Jokowi, penyikapan kasus Novel sangat amburadul alias 'grasa-grusu', kurang elegan. Di masa SBY, penyikapannya sangat elegan, cantik sekaligus menunjukkan ketegasan sikap, tanpa ada kesan intervensi kekuasaan terhadap penegakan hukum," beber Adnan.