JAKARTA - Pepi Fernando diduga kuat sebagai otak dalam teror bom buku dan bom piga gas di Serpong yang sudah diamankan polisi 21 April lalu di Aceh.
Banyak dari teman-teman Pepi di kampus IAIN Syarif Hidayatullah yang kini bernama Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, tidak menyangkanya terlibat jaringan teroris. Hal itu seperti dikemukakan teman nongkrong Pepi semasa kuliah, Maqyun, yang satu angkatan dan kini menjadi dosen tarbiyah bahasa Indonesia di UIN Jakarta.
"Dulu Pepi di kampus sama dengan anak lainnya, suka nongkrong, kumpul-kumpul. Anaknya agak bandel, tidak pintar dan penampilannya biasa seperti mahasiswa pada umumnya," paparnya kepada okezone di Kampus UIN Jakarta, Minggu (24/4/2011).
Nmaun, kata Maqyun, Pepi terlihat berubah setelah pulang dari Aceh, pascabencana tsunami dan gempa bumi. "Waktu itu pulang dari Aceh dan sudah lulus, ada yang berubah," jelasnya.
Suatu saat, Pepi kembali nongkrong lagi dengan teman-teman lamanya tapi tiba-tiba yang dibicarakan malah soal agama, Alquran, hadist, dan pikih. "Dulu engak pernah ngomongin masalah agama, tapi pulang dari Aceh ngajak temen-temenya perdalam agama daripada nongkrong-nongkrong engak karuan," papar Maqyun.
Dia mengaku, sudah mengenal Pepi sejak semester satu. Namun setahun yang lalu sempat ketemu lagi dengan Pepi, di sebuah gang yang tak jauh dari lokasi penggerebekan tersangka teroris, M Juhri. Dalam penggerebekan tersebut Juhri tewas ditembak Densus 88.
"Saat itu saya sempat bicara dengan Pepi, tapi tak ada yang banyak berubah. "Tapi sekarang ditangkap polisi, teman-teman kaget juga tertawa kenapa ditangkap gara-gara bom," jelasnya.
(Dadan Muhammad Ramdan)