Terdakwa Bioremediasi PT CPI Divonis 5 Tahun

Arief Setyadi , Jurnalis
Rabu 08 Mei 2013 03:04 WIB
Share :

JAKARTA -Terdakwa kasus bioremediasi fiktif PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI), Ricksy Prematuri divonis majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta selama lima tahun hukuman penjara.
 
"Menjatuhkan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan penjara," kata Hakim Ketua Sudharmawatiningsih saat membacakan putusan dalam persidangan di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (7/5/2013).
 
Selain itu, majelis hakim juga mewajibkan PT GPI untuk membayar uang ganti rugi sebesar USD 3,089. Bila selama kurun waktu satu bulan tidak dibayar dan putusan sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap, maka harta terdakwa akan disita.
 
Dalam putusan, terdakwa Ricksy terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama yang menguntungkan dirinya, dan orang lain, serta korporasi.
 
Vonis terdakwa diketahui lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 12 tahun penjara. Atas putusan itu, JPU menyatakan akan melakukan banding. Sedangkan, pihak terdakwa menyatakan masih pikir-pikir.
 
Dalam persidangan juga terdapat dessenting opinion oleh Hakim Anggota Sofiadi, yang tengah menunaikan ibadah umroh, pendapatnya dibacakan oleh Hakim Anggota Alexander. Disitu dinyatakan, bahwa PT GPI sudah melaksanakan kontrak sesuai dengan prosedur. Terkait keterangan ahli bioremediasi yang dihadirkan di persidangan, Sofiadi berpendapat bahwa keterangan itu diragukan dan tidak independen. Mengingat ahli bioremediasi juga pernah melakukan penawaran untuk mengikuti lelang.
 
Selanjutnya, menurut Sofiadi unsur memperkaya diri sendiri dan orang lain yang dituduhkan kepada Ricksy tidak terbukti secara hukum.
Terkait hal itu, Ricksy harus dibebaskan dari seluruh dakwaan. Baik itu dakwaan primer maupun subsider.
 
"Mengingat dakwaan primer dan subsider tidak terbukti maka terdakwa harus dibebaskan," tuturnya.
 
Sementara itu, seusai persidangan, terdakwa Ricksy mengatakan tidak puas dengan putusan hakim, diantaranya menyangkut perizinan.
 
Menurut dia, izin itu sebenarnya diberikan kepada pemilik limbah yakni PT CPI bukan kepada PT GPI. "PT GPI hanya sebagai pelaksana atau kontraktor," ucap Ricksy.
 
Artinya, sambung Ricksy dalam persyaratan perijinan soal lokasi itu juga merupakan PT CPI sedangkan PT GPI hanya kontraktor yang datang untuk mengelola limbah yang dihasilkan oleh PT CPI.
 
Lalu, soal perijinnan yang bertentangan dengan Kepmen Lingkungan Hidup. Dia menyatakan tidak ada yang bertentangan.
 
"Ahlinya kan yang dihadirkan itu. Ahli yang sebenrnya tadinya peserta tender. Sampai kini saja kami belum menghadirkan saksi ahli bioremediasi," sambungnya.
 
PT GPI juga tidak pernah tahu bahwa kontrak ini dibayar dari dana Cost Recovery melainkan semua dari PT CPI.

(Catur Nugroho Saputra)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya