JAKARTA - Terpidana penerima suap Wisma Atlet Sea Games, Muhammad  Nazaruddin, menepati janjinya blak-blakan membongkar praktek korupsi yang  terjadi selama ia menjabat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Nazar  mengaku sudah melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ihwal bagi-bagi uang,  antara lain, di proyek KTP elektronik, proyek Merpati, dan proyek fiktif yang  nilainya hingga triliunan rupiah.
"Saya tidak mau nambahin dan ngurangin.  Kita tinggal dukung KPK menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh  pejabat-pejabat yang megang kekuasaan di Indonesia," kata Nazaruddin usai menjalani  pemeriksaan selama delapan jam ihwal pembelian saham PT Saham Garuda di KPK,  Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2013).
Menurut Nazar, ada sebelas proyek  beraroma korupsi yang sudah dilaporkan. Selain bagi-bagi uang di proyek yang  disebutkan di atas, Nazar menyatakan juga sudah melaporkan proyek pembangunan  gedung baru di Mahkamah Agung senilai Rp60 miliar, proyek penunjukan langsung  pembangunan gedung Mahkamah konstitusi senilai Rp300 miliar. "Proyek pendidikan  dan pelatihan MK senilai Rp200 miliar, dan proyek pembangunan Gedung Pajak.  "Semua sudah di BAP oleh penyidik," tegas Nazar.
Menurut Nazar, aktor di  balik korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik adalah anggota DPR dari  Partai Golongan Karya sekaligus Bendahara Umum Golkar, Setya Novanto, sejumlah  mantan Ketua Komisi II, dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.  "Saya juga ikut di situ. Semua sudah diserahkan laporannya kepada KPK," ujar  Nazar.
Adapun proyek Gedung Pajak, Nazar menuding pimpinan Badan Anggaran  DPR sekaligus Bendahara Umum PDI Perjuangan, Olly Dondokambey, sebagai pihak  yang turut kecipratan duit miliaran rupiah. "Ada beberapa teman-teman DPR yang  lain. Yang menang PT Adhi Karya," ujar Nazar.
Proyek besar dengan uang  bernilai jutaan Dollar justru mengalir ke DPR di proyek Merpati. Menurut Nazar,  semua fraksi di DPR menikmati aliran dana dari proyek tersebut. "Jutaan Dollar  dibagi ke semua fraksi, terutama fraksi Demokrat. Yang bagikan waktu itu untuk  Ketua Fraksinya. Di Golkar ke (Setya) Novanto, PDIP ke Olly," ungkap  Nazar.
Seperti sadar bahwa 'nyanyian' barunya ini bakal mengancam dirinya  dan keluarganya, Nazar sudah mewanti-wanti duluan. "Kalau saya buka buka kasus  ini ada efek ke saya dan keluarga saya, rakyat Indonesia tahu siapa yang harus  bertanggung jawab," kata Nazar menegaskan.
(K. Yudha Wirakusuma)