JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum HAM) Denny Indrayana resmi melaporkan Ma'mun Murod Al Barbasy dan Tri Dianto ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
Mereka dilaporkan terkait fitnah kedua loyalis Anas Urbaningrum yang menuding dirinya sowan ke kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas.
"Saya sudah melaporkan, tadi langsung diterima Wakil Direktur Tindak Pidana Umum. Ini adalah pencemaran nama baik, saya nyebutnya fitnah," tegas Denny di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (9/1/2014).
Denny ke luar Gedung Bareskrim Polri sekira pukul 12.00 WIB dengan menenteng bukti laporan dengan nomor TBL/08/T/2014. Dia pun menjelaskan enam alasannya melaporkan dua loyalis Anas.
"Pertama, info yang disampaikan Murod dan Tri Dianto itu jelas fitnah info tidak berdasar dan bohong. Sehingga kepada yang bersangkutan harus diminta pertanggungjawaban dihadapan hukum agar ini menjadi pelajaran untuk semua, karena berbicara merusak nama baik kehormatan orang lain," jelas Denny.
Kemudian kata dia, sebenarnya banyak yang menyarankan dirinya untuk langsung melapokan kedua loyalis Anas pada Selasa 7 Januari 2014 lalu. "Tapi saya mengambil pilihan untuk memberi kesempatan kepada yang bersangkutan untuk minta maaf. Memang singkat 1x24 jam, tapi karena ini saya anggap serius. Sayangnya kesempatan itu tidak digunakan dengan baik," sambungnya.
Ketiga, ditegaskan oleh Denny kasus ini bukanlah merupakan masalah pribadi antara dirinya dan Ma'mun Murod ataupun Tri Dianto. Namun, perbuatan mereka sudah menggangu kehormatan lembaga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang harus dijaga dari segala bentuk fitnah.
"Yang keempat, dalam upaya membahas korupsi garda depan itu KPK, dan banyak cara melemahkan KPK. Saya pikir cara-cara ini dibiarkan dan KPK sendirian. Mungkin Mas Bambang mendahului membantu KPK untuk menghindari fitnah-fitnah seperti ini karena rakyat juga ada yang tak mendukung KPK," paparnya.
Kemudian alasan kelima lanjut Denny, dirinya merasa harus mencegah cara fitnah ini bisa menjadi modus dilakukan untuk membela diri apalagi berkaitan tindak pidana korupsi.
"Jangan sampai datang orang diperiksa KPK lalu bikin alasan dan fitnah lagi. Sehingga harus ada pelajaran agar orang lebih hati-hari," sambung dia.
Terakhir, Denny mengaku selalu mengapresiasi demokrasi negara yang selalu menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Namun, kebebasan berbicara seharusnya tidak dicampurkan dengan fitnah.
"Orang kritik silakan, kami setiap hari dikritik. Kalau fitnah jangan, kalau itu dicampur, demokrasi bisa enggak jalan," pungkasnya.
(Rizka Diputra)