HEEMSKERK – Kapten Raymond Westerling, komandan DST (Depot Speciale Troepen – pasukan khusus Hindia Belanda) memang sudah tinggal nama. Tapi bukan berarti berbagai aksi pembantaiannya di Indonesia kedaluarsa begitu saja.
Ironisnya, pembantaian yang dilakukannya pada 11 November 1946 di Sulawesi terjadi ketika negosiasi Perundingan Linggarjati masih berlangsung. Baru pada Februari 1947, jelang pengesahan perundingan itu pada 25 Maret ’47, aksi Westerling dihentikan.
Belakangan, para korban Westerling di Sulawesi menggugat ke Pengadilan Belanda di Den Haag. Gugatan mereka dibantu Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), tak lama setelah KUKB juga memenangkan gugatan para korban “Pembantaian Rawagede”.
Pada 11 Maret 2015, pengadilan di Den Haag memutuskan bahwa pemerintah Belanda harus bertanggung-jawab dan membayar ganti rugi. Menurut Ketua KUKB, Jeffry M. Pondaag, para janda dan anak korban akan diganjar ganti-rugi sebesar 20 ribu euro.
(Baca: Pengadilan Belanda Menangkan Gugatan Korban Westerling)