Pemerintah pusat merespons dengan melayangkan ultimatum pada 8 April 1950, di mana Andi Azis diwajibkan melapor ke Jakarta, sekaligus membebaskan semua tawanan dalam tenggat waktu 2x24 jam.
Sementara itu, pemerintah kembali mengirim pasukan ekspedisi pimpinan Kolonel Alexander Evert Kawilarang (yang kemudian ikut mendirikan gerakan Permesta pada 1957). Pasukan ekspedisi ini berkekuatan dua brigade, di mana salah satunya Brigade Mataram yang dibawahi Letkol Soeharto.
Andi Azis sendiri akhirnya menyerahkan diri setelah didesak Presiden NIT, Tjokorda Gde Raka Soekawati. Sayangnya penyerahan diri Andi Azis terlambat, akibat sempat terpengaruh hasutan Christiaan Robbert Steven Soumokil – yang kemudian jadi pendiri Republik Maluku Selatan (RMS).
Akibat keterlambatan Andi Azis melaporkan diri ke Jakarta itulah, akhirnya dia ditangkap dan dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta. Dalam pengakuannya di pengadilan, Andi Azis mengaku buta politik akibat hasutan adu domba pihak Belanda.
Bagaimanapun juga, akhirnya Andi Azis dihukum bui selama 14 tahun pada 18 April 1953 dan mendapat keringanan hukuman jadi delapan tahun, sampai kemudian bebas bersyarat.
(Randy Wirayudha)