GANGGUAN demi gangguan bak jamur di musim hujan buat berdirinya Republik Indonesia yang masih sangat “muda”. Tidak hanya dirongrong DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia), pemberontakan Andi Azis Affair pun ikut mengusik keamanan dan keutuhan RI pada 5 April 1950.
Hari ini 65 tahun yang lalu, meletus pemberontakan Kapten Andi Abdoel Azis beserta para pasukan eks-KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) yang sedianya, sudah sempat dileburkan ke APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat).
Ya, sejatinya pada 30 Maret 1950, Kapten Andi Azis beserta anak buahnya sudah menggabungkan diri ke dalam APRIS yang diterima Panglima Teritorium Indonesia Timur, Letkol Achmad Junus Mokoginta.
Tapi situasi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan yang masih sarat hasutan Belanda, membuat keadaan memanas. Masyarakat di Makassar terpecah, antara yang pro-federal dan yang antifederal (Republik Indonesia Serikat). Kelompok yang antifederal mendesak Negara Indonesia Timur (NIT) segera melebur dengan RI.
Kekacauan pun timbul dan untuk mengamankan situasi, pemerintah mengirim satu batalyon TNI dari Pulau Jawa pimpinan Mayor Hein Victor Worang. Namun kedatangan mereka dianggap mengancam kelompok masyarakat pro-federal.
Mereka pun membentuk pasukan liar yang dikomandoi Kapten Andi Azis. 5 April 1950, mereka menyerang markas TNI di Makassar dan menawan para perwira, termasuk Letkol A.J. Mokoginta.
Pemerintah pusat merespons dengan melayangkan ultimatum pada 8 April 1950, di mana Andi Azis diwajibkan melapor ke Jakarta, sekaligus membebaskan semua tawanan dalam tenggat waktu 2x24 jam.
Sementara itu, pemerintah kembali mengirim pasukan ekspedisi pimpinan Kolonel Alexander Evert Kawilarang (yang kemudian ikut mendirikan gerakan Permesta pada 1957). Pasukan ekspedisi ini berkekuatan dua brigade, di mana salah satunya Brigade Mataram yang dibawahi Letkol Soeharto.
Andi Azis sendiri akhirnya menyerahkan diri setelah didesak Presiden NIT, Tjokorda Gde Raka Soekawati. Sayangnya penyerahan diri Andi Azis terlambat, akibat sempat terpengaruh hasutan Christiaan Robbert Steven Soumokil – yang kemudian jadi pendiri Republik Maluku Selatan (RMS).
Akibat keterlambatan Andi Azis melaporkan diri ke Jakarta itulah, akhirnya dia ditangkap dan dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta. Dalam pengakuannya di pengadilan, Andi Azis mengaku buta politik akibat hasutan adu domba pihak Belanda.
Bagaimanapun juga, akhirnya Andi Azis dihukum bui selama 14 tahun pada 18 April 1953 dan mendapat keringanan hukuman jadi delapan tahun, sampai kemudian bebas bersyarat.
(Randy Wirayudha)