INDONESIA atau disebut Hindia-Belanda ketika masa krusial Perang Dunia II memang tak terlibat langsung dalam kancah teater perang terdahsyat dalam sejarah umat manusia itu. Namun Indonesia tetap jadi salah satu sasaran negara yang tengah “menang hukum rimba” untuk dikuasai.
Ketika Belanda menyerah pada Jerman pada 15 Mei 75 tahun silam, kekhawatiran berlebihan melanda pemerintahan Hindia-Belanda pada orang-orang Jerman di nusantara.
Belanda menyerah pada militer Jerman, 15 Mei 1940 atau sehari setelah Kota Rotterdam dijadikan lautan api oleh kekuatan “Luftwaffe” (Angkatan Udara Jerman). Sementara itu, keluarga Kerajaan Belanda ambil langkah seribu ke Inggris.
Kota Rotterdam dibumihanguskan bombardemen Luftwaffe Jerman
Sedianya sejak Jerman menginvasi negara induk mereka pada 10-15 Mei, pemerintah Hindia-Belanda seolah ‘parno’ alias paranoid dan menangkapi orang-orang Jerman di berbagai wilayah di nusantara, baik di Jawa hingga Sumatera.
Sebenarnya menurut penggiat sejarah Jerman, Alif Rafik Khan, pemerintah Hindia-Belanda awalnya tak mau terpengaruh terkait apa yang terjadi di front Eropa. Mereka juga menahan orang-orang Jerman bukan lantaran friksi ideologi Naziisme orang Jerman.
“(Enggak ada kaitan dengan ideologi), murni karena Jerman bermusuhan dengan Belanda, seperti Amerika yang menginternir orang-orang Jerman saat pecah perang,” papar Alif kepada Okezone.
“(Hindia-Belanda) tak terlalu menghiraukan dalam artian, tidak ikut campur dalam eskalasi peperangan di Eropa. Tapi bukan berarti tidak waspada terhadap kondisi di Hindia-Belanda itu sendiri,” tambahnya.
Namun ketika Belanda benar-benar bertekuk lutut pada Jerman dan ancaman Jepang ke Hindia-Belanda kian terasa, para serdadu KNIL (Koninklijke Nederlands-Indische Leger) atau tentara Hindia Belanda, memutuskan melimpahkan ratusan interniran Jerman pada pemerintah kolonial Inggris di India.
Mereka dibawa dalam sejumlah kapal ke berbagai wilayah, termasuk Australia, Singapura dan India. Salah satu kapal Belanda, “KPM Van Imhoff”, tempat di mana para tahanan Jerman juga disiksa, dibombardir Jepang yang sudah mulai memasuki lautan sebelah barat Sumatera.
Sekitar 200 interniran Jerman mampu melarikan diri ketika kapal itu dibombardir dan sempat terombang-ambing selama empat hari di lautan, sebelum akhirnya diselamatkan penduduk Pulau Nias ketika mereka terdampar.
Tapi sial, keberadaan mereka diketahui Belanda dan kembali dibui di Gunung Sitoli. Kedekatan mereka pada polisi Indonesia membuat para tawanan Jerman itu bisa kabur. Kedatangan Jepang ke Nias juga sangat membantu mereka untuk “balas” menangkapi dan menyiksa para opsir Belanda.
Nias bahkan sempat mereka merdekakan! Dua tawanan Jerman, Herr Fischer dan Albert Vehring didapuk jadi Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Nias Merdeka! Kendati begitu, Republik Nias tak bertahan lama.
“Iya benar, mereka melakukan kudeta dan mendirikan negara (Republik Nias), sebelum kemudian dianeksasi Jepang,” sambung Alif lagi.
Ya, sayangnya Republik Nias itu hanya bertahan sekira dua bulan. Ketika para serdadu Jepang mulai berdatangan secara serentak ke Sumatera dan Nias, Republik Nias diserahkan dan diakui sebagai wilayah pendudukan Jepang.