Mereka diberi Rp1.250.000 per jiwa per bulan, sementara wisma tempat penampungan juga pihak IOM yang tanggung. Bedanya di Malaysia, memang mereka diberi izin tinggal sementara oleh UNHCR, tetapi biaya hidup tidak ditanggung.
"Untuk mengatasi kejenuhan, kami isi dengan kegiatan-kegiatan agama seperti ibadah shalat di masjid, tiba di wisma buat pengajian mengkaji hadist. Kalau sore yang muda-muda main takraw," tambah Haji Mohammad Thoyib dengan bahasa Indonesia dialek Makassar yang cukup fasih.
Meski kejenuhan itu selalu datang karena penantian yang tidak menentu kapan diberangkatan ke Australia, negara tujuan suakanya, warga muslim Myanmar ini mengucap rasa syukurnya karena diberi kesempatan tinggal di Indonesia.
"Kami berterima kasih kepada pemerintah Indonesia, khususnya di Makassar. Kami bisa diterima dengan baik. Warganya penuh empati, penuh kasih sayang, tidak ada benci, perbedaan agama berjalan dengan baik, damai, akur," tuntas Haji Mohammad Thoyib. (raw)
(Muhammad Saifullah )