KARANGANYAR - Ladang batu alam terbesar atau kerap disebut dideh (darah yang membeku dan menggumpal) di lereng Gunung Lawu, Desa Salam Girimulyo, Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah, yang ditemukan warga setempat untuk sementara ditutup pihak desa guna mengantisipasi banyaknya warga yang menyerbu.
Batu alam yang mayoritas ditemukan di ladang milik warga serta berada di sekitar sungai di Desa Salam ini berbeda dari batu alam lainnya. Sebab jika dibelah, belahan batu yang diyakini berasal dari fosil tumbuh-tumbuhan tersebut mengandung sedikit emas dan memiliki pola dedaunan serta telapak tangan.
Atas dasar itulah, pihak desa setempat menginstruksikan untuk menutup kawasan tersebut karena dikhawatirkan terjadi eksploitasi besar-besaran yang akan mengancam kelestarian kawasan lereng Gunung Lawu.
Salah satu tokoh masyarakat setempat, Ngargoyoso Polet atau biasa disapa Pak Po, mengatakan, kualitas batu dan motif akik di sana usai mengalami proses pengasahan berbeda dengan motif akik biasanya. Pasalnya, motif yang timbul terjadi secara alamiah tanpa mengalami proses rekayasa kimia (dibuat dengan bahan campuran kimia).
Pak Po juga memperkirakan batu tersebut berasal dari lelehan lava pada jutaan tahun lalu. Bahkan, diperkirakan sebagian batu terbentuk dari getah kayu pinus, getah pohon damar, dan getah cemara yang sudah berusia lama. Sebab, batu tersebut sudah diceritakan secara turun-temurun.
"Karena itu, meski dari kekerasan batu kurang, motif yang terbentuk hasilnya bagus. Selain itu, meski terjatuh batu akik ini tidak pecah, dan lagi batu ini juga tembus pandang," jelas Pak Po kepada Okezone di kediamannya, Ngargoyoso Karanganyar, Kamis (23/7/2015).
Dia menuturkan, sebelum kebijakan penutupan lahan dikeluarkan, banyak pendatang dari luar daerah yang sudah mengetahui keberadaan lahan batu alam terbesar di lereng Gunung Lawu itu. Bahkan, banyak yang mengambil batu dari lokasi tersebut secara sembarangan.
"Ditutup sementara, soalnya yang mengambil batu terkadang ngawur. Bagian pereng-pereng juga ikut diambil," imbuhnya.
Oleh karena itu, kini hanya warga desa setempat yang diperbolehkan mengambil. Sebab, mereka benar-benar mengetahui konstruksi tanah di lereng Gunung Lawu. Saat ini, lanjut Pak Po, dirinya bersama warga sekitar sedang coba memproduksi batu akik agar tampil beda dibandingkan dengan batu di tempat lainnya. (ira)
(Muhammad Saifullah )