KOLONIALISME Belanda di Indonesia tak ayal meninggalkan pahit buat rakyat di negeri yang dahulu bernama Hindia-Belanda. Sedikit saja melawan pemerintahan kolonial, maka siap-siap meladeni bentrokan dengan KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) atau Tentara Hindia-Belanda yang ironisnya, juga mayoritas terdiri dari pribumi.
Contoh yang paling tak bisa dilupakan adalah peristiwa Pembantaian Sulawesi (Desember 1946-Februari 1947) dan Pembantaian Rawagede (9 Desember 1947), di mana jiwa demi jiwa rakyat sipil dicabut begitu saja dalam gelaran aksi polisionil.
Tapi KNIL akhirnya dibubarkan pada 26 Juli 1950 setelah bertahan 120 tahun (sejak berdiri 1830). Namun masalah tak berhenti sampai di situ, lantaran berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), pihak republik yang baru lima tahun lahir diharuskan menerima para eks-KNIL ke berbagai satuan militer republik.
Sisi lain positif dari dileburkannya KNIL ke Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah mereka datang beserta hibah sejumlah alutsista, macam Bren Carrier, tank ringan M3A3 Stuart, hingga tank berat M4A3 Sherman.
Para eks-KNIL sangat bermanfaat sebagai awak dan instruktur personel TNI lainnya untuk kemudian bisa belajar mengoperasikan sejumlah kendaraan tempur (ranpur). Warisan macam ini tak pelak jadi embrio lahirnya kesatuan kavaleri TNI.