JAKARTA - Salah satu poin yang menjadi rumusan masalah dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait BPJS Kesehatan adalah denda administratif sebesar 2 persen per bulan bagi peserta yang terlambat membayar iuran.
Menurut Wakil Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin, denda administratif tersebut perlu dikaji terlebih dahulu.
"Soal 2 persen, denda itu tujuannya apa? Apa untuk mendidik? Apa untuk mendapat keuntungan? Memberatkan atau tidak, kita lihat dulu," ujar Ma'ruf saat berbincang dengan Okezone di Kantor MUI Jakarta, Kamis (30/7/2015).
Ma'ruf mengatakan, penggunaan dana yang dihasilkan dari denda administratif BPJS Kesehatan jika digunakan sebagai dana sosial tentu tidak ada masalaah. Namun, pihaknya menduga direksi BPJS Kesehatan selama ini tidak transparan dalam menjelaskan hal itu.
"Tapi kalau itu buat keuntungan pengelola BPJS ya enggak boleh, jadi ini jawaban (dari MUI) dari lamanya respons pemerintah ya, kita inisiasi dengan membentuk BPJS syariah," terangnya.
Kendati BPJS Kesehatan yang sesuai prinsip syariah masih perlu pembahasan lebih lanjut, Ma'ruf menyatakan perlu pemahaman pula kepada masyarakat agar tak terjerumus dalam sistem yang merugikan.
Saat ditanya apakah BPJS Kesehatan yang saat ini diterapkan selanjutnya akan dihapus seiring adanya BPJS syariah, Ma'ruf mengatakan hal itu tak perlu dilakukan. Menurutnya, masyarakat Indonesia majemuk dan kesadaran mereka yang akan menuntunnya.
"Dalam negara kita yang majemuk dan demokratis maka pendekatan itu tidak boleh pemaksaan, bukan ijbari (pemaksaan) tapi tathowwui (kesadaran/taat)," tandasnya.
(Fiddy Anggriawan )