"Jika dilihat dari segi ancaman hukuman, hukuman maksimal Pasal 3 memang lebih berat yakni seumur hidup. Namun ancaman hukuman minimal hanya 1 tahun. Berbeda dengan Pasal 2 yang ancaman pidananya minimal empat tahun penjara. Penggunaan Pasal 3 ini membuka ruang diskresi hakim yang besar untuk memutuskan hukuman paling ringan," tambah Emerson.
Selanjutnya, dalam urusan kerugian negara, ICW mencatat dari 193 kasus yang terpantau di enam bulan pertama 2015 ada sebanyak 161 kasus korupsi yang ditemukan memberikan kerugian kepada negara. Totalnya sekitar Rp 691 miliar (rugi yang dimaksud dalam jumlah materil belum termasuk kerugian inmateril-red).
"Sayangnya, kerugian negara yang ditimbulkan dari 161 perkara yang merugikan Rp961 miliar itu tidak dibarengi dengan penjatuhan uang pengganti yang porposional untuk mengganti kerugian negara yang ditimbulkan. Tercatat hanya 99 perkara dari 161 perkara yang diputus untuk membayar uang pengganti dengan total hanya Rp 63 miliar. Ini berarti hanya 9 persen kerugian negara yang tergantikan dari 161 perkara korupsi yang terpantau sejak Januari hingga Juni 2015," sambung Emerson.
Selain pembebanan uang pengganti, penjatuhan denda pidana juga dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. Dari 193 kasus dan 230 terdakwa yang di sidang pengadilan tipikor tercatat sedikitnya 185 terdakwa yang diwajibkan membayar denda. Meski begitu denda yang dijatuhkan dalam besaran yang berdeda.
Dari hasil pemantauan tercatat, sebanyak 130 terdakwa perkara korupsi diwajibkan membayar denda pidana maksimal Rp50 juta. Selanjutnya, 33 terdakwa dihukum membayar denda besar dari Rp150 juta hingga Rp200 juta. Disamping itu, ada sekira tujuh terdakwa perkara korupsi yang tidak menjatuhkan pidana denda meski telah diputus bersalah.
(Fransiskus Dasa Saputra)