"Berbagai peristiwa cuaca ekstrem, termasuk hujan lebat, memiliki potensi untuk memicu lonjakan populasi belalang dalam jumlah sangat banyak. Hujan menyediakan tanah yang lembab buat serangga untuk menaruh telur mereka, yang pada gilirannya perlu menyerap air. Hujan juga membuat sayuran tumbuh, sedangkan belalang membutuhkan sayuran untuk makanan dan tempat berteduh," kata Keith Cressman, petugas senior FAO yang meramalkan perkembang-biakan belalang.
"Dampak dari wabah belalang dapat memporak-porandakan panen dan padang rumput sehingga mengancam keamanan pangan dan kehidupan warga desa," tambah Cressman, sebagaimana dikutip Xinhua.
Dampak El Nino FAO telah memantau situasi di bagian barat-laut Afrika, tempat hujan sangat lebat mengguyur pada akhir Oktober di banyak daerah Mauritania Utara, daerah yang bersebelahan dengan Sahara Barat, Marokko Selatan dan Aljazir Barat serta bagian barat-daya Libya.
Di Tanduk Afrika, curah hujan di atas rata-rata yang berkaitan dengan El Nino sangat kuat diprakirakan mengguyur Somalia Utara selama musim penghujan saat ini dan musim semi mendatang. Jika terjadi, kondisi ekologi akan mendukung perkembang-biakan belalang di pantai barat-laut dan Dataran Tinggi Somalia.
Hujan lebat yang berkaitan dengan Topan Tropis Chapala turun di pantai selatan dan daerah pedalaman Yaman pada awal November, lalu satu pekan kemudian diikuti oleh Topan Tropis Megh yang juga mempengaruhi bagian timur-laut Somalia, kata FAO. “Hujan lebat yang jauh melampaui curah hujan rata-rata tahunan selama setahun mengakibatkan banjir dan kerusakan,” tambahnya.