Tahun 2010, ketika kasus kekerasan di gerejanya terungkap ke publik. Ratzinger pernah meminta maaf atas tamparan yang ia hantamkan ke pipi anak didiknya. Namun berkilah tak tahu menahu mengenai pelecehan seksual yang menimpa murid-muridnya.
“Saya sendiri merasa buruk jika ada kekerasan terjadi di sekolah (gereja). Saya senang ketika pada tahun 1980, hukuman fisik dilarang oleh anggota parlemen. Meski harus saya akui bahwa memberikan hukuman fisik sebenarnya adalah reaksi yang normal untuk mendisiplinkan mereka,” ujar Ratzinger kala itu, dilansir dari The Daily Beast.
Ulrich Weber baru ditugaskan gereja untuk menyelidiki kasus ini, dua tahun setelah Paus Benedictus mundur dari jabatannya pada tahun 2013. Dalam risetnya, ia berhasil mengumpulkan 231 keluhan. Namun ia meyakini jumlah sebenarnya mencapai satu per tiga dari 2.100 murid di gereja Katolik Jerman tersebut.
Ratzinger (depan) dan Paus Benedictus (belakang)
“Sayangnya, upaya ini terkendala undang-undang pembatasan penanganan kasus yang telah lama habis. Ditambah, dengan fakta bahwa sebagian besar imam cabul pada periode empat dekade itu telah meninggal, keadilan tidak akan pernah bisa ditegakkan (atas pelaku),” terang Weber.
Kini, kasus itu diusut lagi secara lebih transparan oleh Paus Fransiskus. Bishop Gereja Katedral Santa Peter di Regensburg, Jerman Rudolf Voderholzer resmi meminta maaf atas insiden yang pernah terjadi di gerejanya melalui konferensi pers pada Jumat 8 Januari 2016.
“Ini menyakitkan bagi saya bahwa kasus yang terjadi pada tahun-tahun belakangan itu adalah kasus kemanusiaan yang menimpa anak-anak. Jiwa mereka tersiksa benar. Saya tidak mengulang waktu, jadi saya hanya bisa memohon pengampunan dari para korban,” tegasnya.
(Rahman Asmardika)