WASHINGTON – Konglomerat Yahudi asal Amerika Serikat (AS), Gorge Soros menjadi nama terbaru yang dikaitkan dengan Panama Papers. Dia diisukan sebagai sosok di belakang kebocoran dokumen terbesar dalam sejarah itu.
Hubungan antara Soros dengan Panama Papers ditarik dari konsorsium jurnalis yang mengulas dan mengumumkan dokumen Panama Papers kepada publik, yaitu International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ).
Seperti yang dicantumkan dalam informasi di laman resminya, ICIJ diketahui menerima sumbangan dana dari Open Society Foundation, sebuah jaringan hibah internasional yang berbasis di New York, AS. Soros yang sering disebut sebagai dalang terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada 1998 merupakan ketua sekaligus pendiri Open Society Foundation.
Bukan hanya Open Society Foundation, ICIJ juga mencantumkan nama Ford Foundation, sebuah lembaga amal yang sejak lama dicurigai memiliki hubungan dengan lembaga intelijen AS, CIA sebagai donatur mereka.
Keterkaitan kedua yayasan ini menimbulkan kecurigaan akan netralitas laporan mengenai Panama Papers yang dilakukan oleh ICIJ.
Pertanyaan ini semakin mengemuka setelah diketahui dari 11,5 juta dokumen yang mereka peroleh hanya ada segelintir warga AS yang muncul dalam daftar, dan sorotan yang begitu besar terhadap tokoh-tokoh yang dianggap sebagai ‘musuh’ bagi Negeri Paman Sam seperti Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Suriah Bashar al Assad. Menurut laporan yang dilansir Zero Hedge, Rabu, (6/4/2016), sampai saat ini hanya 441 nama warga AS yang muncul di dalam laporan ICIJ.
Mengenai hal ini, Direktur ICIJ, Gerard Ryle menyatakan pihaknya tidak berencana untuk mengungkap semua data Panama Papers yang diterima ICIJ kepada publik. Menurutnya, mereka mencoba melakukan jurnalisme yang bertanggung jawab dengan tidak menyebarkan informasi orang-orang yang tidak bersalah
“Kami bukan Wikileaks, kami berusaha menunjukkan bahwa jurnalisme dapat dilakukan secara bertanggung jawab,” kata Ryle dalam sebuah wawancara dengan Wired.
Namun, pernyataan ini menimbulkan pertanyaan mengenai siapa-siapa saja yang mereka anggap tidak bersalah. Justru sebaliknya, banyak pihak yang mendesak organisasi media itu untuk mengungkap lebih banyak lagi dokumen dari data sebesar nyaris tiga terabyte yang mereka miliki untuk diselidiki bersama-sama.
(Wikanto Arungbudoyo)