JAKARTA - Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus yang telah menjerat M Sanusi, yang diduga menerima suap terkait pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta.
Taufik mengatakan, dirinya sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan perusahaan Sugianto Kusuma alias Aguan, yaitu Agung Sedayu Group.
"Saya itu enggak pernah berhubungan dengan Agung Sedayu Group," singkat Taufik di Gedung KPK, Jakarta, Senin (11/4/2016).
Ia menjelaskan, penolakan DPRD DKI terkait usulan uang kontribusi dari15 persen menjadi 5 persen lantaran tidak adanya dasar hukum sebagai kewajiban pengembang dalam melakukan transaksi jual beli di pulau yang di reklamasi tersebut.
"Begini, itu bukan kontribusi tapi tambahan kontribusi, itu tidak ada dasar hukumnya, makanya kita bilang itu silakan di Pergub, soal 5 persen dan 15 persen itu simulasinya. Karena tidak ada dasar hukumnya berarti diskresi, kalau diskresi kewenangan gubernur eksekutif, bukan DPRD," kata Taufik.
Taufik menerangkan, usulan penurunan biaya kontribusi tata ruang kepada pengembang karena sesuai dengan Perda DKI Jakarta. Artinya, kata Taufik, terdapat usulan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
"Itu bukan penurunan, karena enggak ada dasar hukum, kita berpedoman kalau yang 5 persen itu ada di perda yang lama, ada usulan dari Bappenas gitu lho, jadi ada dasar hukumnya. Jadi ada tiga kewajiban kontribusi cuman dua sebenernya yang ada dasar hukumnya, kalau tambahan kontribusi itu DKI bikin sendiri," terang Taufik.
Ia menambahkan, sempat ditundanya pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta karena belum rampungnya izin reklamasi yang dilakukan oleh pengembang. Karenanya, setelah izin dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) reklamasi tersebut dapat dilanjutkan.
"Tertundanya itu soal dua hal, pertama soal izin, kita enggak mau masukin izin, karena izinnya kan sudah keluar, apa yang mau dimasukin, jadi enggak ada Raperda ini izinnya sudah jalan, kan gubernur bilang Raperda sudah disetop, reklamasi jalan terus, jadi enggak ada artinya sebenarnya Raperda itu," pungkasnya.
(Fahmi Firdaus )