PORT MORESBY – Papua Nugini (PNG) berencana menutup pusat penampungan pengungsi yang digunakan oleh Australia di Pulau Manus setelah Mahkamah Agung menyatakan tempat itu menyalahi undang-undang.
Menyusul keputusan tersebut Perdana Menteri (PM) PNG Peter O’Neill mengumumkan bahwa pihaknya akan meminta Australia untuk mencari lokasi lain untuk menampung para pengungsi yang ditempatkan di Manus.
“Kami tidak mengantisipasi pengungsi untuk ditampung dalam waktu selama ini di Manus,” kata PM O’Neill sebagaimana dilansir CNN, Kamis (28/4/2016).
Menurut data otoritas imigrasi Australia, saat ini sekira 900 orang pengungsi masih berada di pusat penahanan di PNG. PM O’Neill mengatakan negaranya akan menerima para pengungsi sah yang ingin menetap di PNG.
Mengenai keputusan PNG ini, Menteri Imigrasi Australia Peter Dutton menyatakan tidak akan menerima para pengungsi ilegal yang kini ditahan di Pulau Manus. Dutton secara tegas mengatakan para pengungsi tidak akan diizinkan untuk tinggal di Negeri Kanguru.
“Hari ini, posisi pemerintah sangat jelas, yakni kami tidak akan menerima orang-orang yang datang ke negara kami secara ilegal dengan perahu,” kata Dutton.
“Mereka tidak akan tinggal secara permanen di negara kami dan keputusan Mahkamah Agung tentu saja merupakan masalah bagi Pemerintah PNG dan akan ada diskusi antara perwakilan hukum dari departemen saya dan Departemen Imigrasi PNG,” tambahnya.
Selama ini, fasilitas penahanan pengungsi di Pulau Manus digunakan untuk menampung para pengungsi dari Afghanistan, Iran, dan Bangladesh yang datang ke Australia menggunakan perahu.
Banyaknya imigran ilegal ini membuat Pemerintah Australia mengimplementasikan “Solusi Pasifik” dengan menangkap para manusia perahu ini sebelum mendarat di Australia dan mengirimnya ke fasilitas penahanan.
Selain fasilitas di Pulau Manus, Australia memiliki beberapa fasilitas penahanan pengungsi lainnya. Sebanyak 12 fasilitas berada di Australia, dua lokasi berada di luar negeri yakni di Nauru dan PNG. Semua fasilitas itu dijalankan oleh kontraktor keamanan swasta.
(Rahman Asmardika)