DAMASKUS – Perang Suriah menyebabkan ratusan ribu warga tak berdosa meninggal dunia. Konflik berkepanjangan yang dimulai sejak 2011 itu juga menyebabkan jutaan orang mengungsi untuk mencari hidup yang lebih baik.
Mayoritas korban tewas adalah pria muda yang saling membunuh satu sama lain. Dampaknya yang paling terasa adalah adanya lubang demografis dalam populasi Suriah. Jumlah perempuan kini lebih banyak dari pria. Bahkan, hal itu membuat sebagian dari mereka tergoda menjadi lesbian.
Salah satu contohnya adalah Shukran. Perempuan cantik yang menjadi penerjemah wartawan di Suriah itu mengungkapkan kini kesulitan menemukan pendamping hidup akibat konflik sektarian di negaranya.
“Sulit untuk menemukan seseorang spesial. Semakin sulit karena konflik sektarian membuat orang-orang Suriah kini tidak mau menikah dengan yang berbeda etnis dan agama,” tutur perempuan berusia 32 tahun tersebut, seperti dimuat Daily Mail, Rabu (22/6/2016).
Shukran terakhir kali menjalin hubungan kasih dengan seorang pria Kristen. Ia sendiri adalah seorang Muslim Druze. Sayangnya, hubungan itu harus berakhir karena perbedaan keyakinan di antara keduanya.
“Dua tahun pertama hubungan kami bagai di Surga. Sejak konflik meletus, kami berhenti berbicara satu sama lain atau melakukan kegiatan bersama dan hanya menonton televisi,” kenangnya. Hubungan tersebut harus kandas karena perdebatan agama yang sengit antara keduanya.
Sebuah jajak pendapat baru-baru ini menyatakan jumlah perempuan Suriah yang belum menikah mencapai 70 persen akibat banyaknya laki-laki tewas. Faktor lain yang menjadi penyebab adalah keuangan.
Dalam budaya tradisional Suriah, lelaki muda harus memiliki emas untuk menikah. Harga 1 gram emas kini mencapai USD34 (setara Rp452 ribu). Sedangkan satu cincin paling tidak seberat 18 gram sehingga cukup sulit untuk seorang laki-laki membeli cincin.
“Saya kenal seorang pria dari Homs yang tengah belajar dengan keras. Dia jatuh cinta dengan seorang perempuan yang dikenalnya di pantai. Ketika dia berniat membawa hubungan tersebut hingga pernikahan, ayah sang perempuan menolak karena dirinya tidak memiliki pekerjaan. Tentu saja hubungan itu berakhir,” ucap Shukran.
Yara, perempuan lainnya yang berprofesi sebagai guru, memperkirakan setidaknya sekarang empat perempuan berbanding satu laki-laki dalam lingkaran pertemanannya. “Orang-orang seperti saya yang lahir di pengujung 1980 dan awal 1990 adalah generasi yang hilang,” tutur perempuan berusia 23 tahun tersebut.
Yara memiliki banyak teman di wilayah pemberontak di Suriah Utara. Kini sekira 10–20 persen teman-teman perempuannya menjadi lesbian akibat krisis laki-laki.
Yara sadar menyukai sesama jenis adalah hal terlarang di Suriah. Ia bahkan menyatakan sempat terkejut, tetapi kini menganggap hal tersebut normal.