Seperti halnya perjalanan karier, tak semua upaya bisnis Donald Trump berhasil. Salah satu kegagalannya terjadi pada 1989. Kala itu, ia membangun Trump auline da Trump Shuttle, perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi udara. Karena kerap merugi, Trump terpaksa melego perusahaannya kepada US Airways pada 1992.
Trump juga gagal mengembangkan kasino yang dia bangun pada 1990, Trump Taj Mahal. Kasino bernilai USD1 miliar itu membuat Trump harus berutang hingga USD3 miliar. Tidak hanya merogoh kocek hingga USD900 juta, Trump juga pun harus menjual yacht dan perusahaan penerbangannya untuk membayar utang.
Trump mencatatkan perusahaannya, Trump Hotel & Casino Resort Inc. di lantai bursa saham pada 1995. Dari penjualan saham perdana atau initial public offering (IPO) tersebut, Trump mengumpulkan dana mencapai USD140 juta. Namun, saat pasar saham AS menurun tajam 10 tahun kemudian, perusahaan Trump pun terkena imbas dan bangkrut.
Pada 1999, ia membangun Trump International Golf Course di West Palm Beach, Florida dengan bujet USD40 juta. Setahun kemudian, Trump memperluas fasilitas lapangan golfnya di Miami dan Scotlandia.
Pukulan pada bisnis Trump kembali terjadi pada 2004. Kala itu, bisnis hotel dan kasino resor miliknya terlilit utang hingga USD1,8 miliar. Untuk menutupi utang di Kasino Atlantic City, termasuk Trump Taj Mahal, Trump Marina dan Trump Plaza dan kasino di Indiana tersebut, Trump harus menjual saham di perusahaan tersebut, dari 47 persen menjadi 27 persen, meskipun tetap menjadi pemegang saham utama.
Setiap tahun, Trump masuk dalam berbagai daftar jutawan dunia. Namun pada September 2015, ia sedikit berselisih dengan Forbes. Saat itu, Forbes mencatat kekayaan bersihnya hanya USD4,5 miliar, sementara Trump mengklaim dia memiliki kekayaan senilai USD10 miliar atau lebih, dengan USD3 miliar berasal dari brand-nya. Meski demikian, Trump mengakui bahwa Forbes telah menilai kekayaannya "terlalu tinggi" pada September di tahun-tahun awal daftar The Forbes 400.