Menurut dia, bulu perindu tidak boleh dibisniskan. Jika dibisniskan tidak akan terjadi apa-apa. Caranya, kata dia, hanya membayar mahar saja Rp200 ribu dengan satu jarum. Karena filosofi jarum itu, agar buluh perindunya setajam jarum.
Sepengetahuan dirinya, bulu perindu ini dari burung elang yang ingin membuat sarang. Dirinya mendapatakan bulu perindu ini dari Kaltim. Ia mengaku Kalteng juga memiliki bulu perindu asli Kalteng, tapi saat ini sudah sangat sulit untuk mendapatkannya. “Bulu perindu ini berpasang-pasangan, makanya jika kita letakkan di dalam piring yang diisi air, lalu dipisahkan, dia akan mencari sendiri pasangannya lalu saling melingkar. Bulu perindu ini benda hidup, jadi tidak boleh sembarangan meletakkannya,” kata perempuan Dayak Taboyan, Barito Utara ini.
Dia menjelaskan, cara menggunakan bulu perindu ini gampang, hanya dengan dioles saja di dahi. Tetapi, sebelumnya, bulu perindu itu harus diritualkan lebih dulu oleh suaminya. Jadi tidak boleh sembarangan menggunakan benda itu. Perempuan berijazah S1 ini mengaku tertarik dengan benda-benda keramat sudah sejak lama.
Karena sejak kecil orangtuanya juga menyediakan benda-benda pusaka untuk mengobati orang lain, salah satunya seperti minyak buntal. “Saya tertarik melakukan itu, karena ingin melestarikan kebudayan. Sampai-sampai saya meninggalkan pekerjaan saya sebagai dosen. Seru rasanya mengenal benda-benda yang ada di budaya kita,” ujar dia.
(Ranto Rajagukguk)