NEWS STORY: Potret Peringatan Harkitnas Pertama dari Yogya hingga Aceh

Randy Wirayudha, Jurnalis
Minggu 21 Mei 2017 16:12 WIB
Ilustrasi Hari Kebangkitan Nasional yang baru ditetapkan dan diperingati pertama kali pada 20 Mei 1948 (Foto: gahetna.nl)
Share :

KITA tahu Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) diperingati dengan “mengambil” hari lahirnya organisasi pemuda Boedi Oetomo. Organisasi yang berisi para pemuda pribumi golongan priayi yang “kuliah” di STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) atau Sekolah Pendidikan Dokter Hindia Belanda).

Relasinya dengan nilai-nilai kebangsaan, lantaran lahirnya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 merupakan titik balik pertama pergerakan nasional menuju Indonesia Merdeka. Dari gerakan ini pula tersambung benang merah menuju tonggak kedua, yakni Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan peristiwa puncak Proklamasi 17 Agustus 1945.

Kali ini kita tidak akan mengulas tentang bagaimana pergerakan Dr Sutomo, Dr Wahidin Sudirohusodo, Suraji atau Gunawan Mangunkusumo. Melainkan lebih kepada segala hal yang ada di balik peringatan pertama Harkitnas yang ternyata, baru ditetapkan sebagai salah satu hari besar buat bangsa kita, 4 dekade pasca-pendirian Boedi Oetomo.

Pada artikel sebelumnya dipaparkan bagaimana dan alasan Presiden pertama RI Ir Soekarno mencetuskan perlunya sebuah momen khusus untuk diperingati bersama. Diperingati bersama mengingat kondisi republik 3 tahun pascaproklamasi mengalami gonjang-ganjing politik, plus masih dirongrong Belanda.

Maka, ditetapkanlah hari lahirnya Boedi Oetomo, yakni 20 Mei sebagai Harkitnas. Dulu, namanya sih bukan Harkitnas atau Hari Kebangkitan Nasional. Melainkan masih disebutnya Hari Kebangunan Nasional.

Nah dalam peringatan pertama Harkitnas 20 Mei 1948 di Istana Kepresidenan di Yogyakarta sebagai ibu kota republik di masa revolusi, Bung Karno menyerukan kepada rakyat, agar tidak khawatir akan panasnya situasi “luar dalam” karena harus tetap diyakini bahwa republik akan bertahan meski didera pergolakan politik dan rongrongan Belanda.

“Kita tidak perlu khawatir. Insya Allah kitalah (yang akhirnya) yang menang, asal kita memenuhi beberapa syarat yang perlu untuk kemenangan itu...yaitu menyusun machtspolitik, yakni kekuatan massa untuk mendukung perjuangan politik dan menggalang persatuan nasional,” cetus Bung Karno dalam pidatonya dalam ‘Dari Kebangunan Nasional sampai Proklamasi Kemerdekaan: Kenang-kenangan Ki Hadjar Dewantara’.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya