Pasca-Referendum Kurdi, 3 Negara Ini Kompak Tetapkan Embargo

TIGA negara di Timur Tengah yaitu Iran, Irak dan Turki, memberlakukan pembatasan terhadap warga Kurdi Irak. Langkah tersebut diambil oleh tiga negara dengan populasi besar Kurdi tersebut setelah 92 persen suara memilih kemerdekaan Kurdi dalam referendum pekan ini.

Pemerintah pusat Irak sedang mempersiapkan militernya untuk menguasai perbatasan internasional dengan wilayah Kurdi di utara dengan tujuan mengisolasi orang-orang Kurdi dari negara lain.

BACA JUGA: Pasca-Referendum Kemerdekaan, Pemerintah Irak Ancam Lakukan Embargo Bandara di Kurdi

Kepada wartawan Sabtu (30/9), Juru Bicara Angkatan Bersenjata Iran Masoud Jazayeri mengatakan, negaranya akan bekerja sama dengan pemerintah pusat Irak untuk latihan militer di beberapa perlintasan di wilayah perbatasan guna mencegah kemungkinan gerakan separatis lainnya di wilayah tersebut.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperingatkan pada Sabtu, pihak berwenang Kurdi Irak akan "menanggung konsekuensi" atas referendum kemerdekaan, yang dengan tegas ditentang oleh Turki.

BACA JUGA: Referendum Kurdi, 92% Pemilih Inginkan Merdeka dari Irak

Turki berulang kali mengancam akan menerapkan sanksi ekonomi terhadap Kurdi, namun menyatakan tindakan apa pun yang diambil tidak ditujukan kepada warga sipil.

Iran memberlakukan embargo semua ekspor dan impor produk bahan bakar ke dan dari wilayah Kurdistan Irak, menurut media pemerintah Iran, Sabtu.

Menurut pernyataan Kementerian Transportasi Iran yang dirilis kantor berita Tasnim, semua perusahaan transportasi dilarang mengangkut bahan bakar antara Iran dan wilayah Kurdi Irak "sampai pemberitahuan lebih lanjut."

BACA JUGA: Nah! AS Tolak Akui Hasil Referendum Kurdi Irak

Tekanan yang meningkat dari negara-negara sekitar itu terjadi sehari setelah Irak memberlakukan larangan penerbangan internasional ke wilayah tersebut.

Pekerja kemanusiaan mengatakan pembatalan penerbangan bisa "berdampak buruk" bagi kehidupan 1,6 juta pengungsi dan orang-orang yang kehilangan tempat tinggal di kawasan itu.

Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi, dalam pernyataan tertulis, mengatakan "kendali pemerintah pusat atas pelabuhan udara dan darat di wilayah Kurdistan bukan untuk membuat kelaparan, mengepung dan mencegah distribusi pasokan kepada warga di wilayah itu seperti yang dituduhkan oleh beberapa pejabat daerah Kurdistan."

(Rifa Nadia Nurfuadah)