JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) melakukan investigasi terhadap tata kelola penyelenggaraan umrah. Hal ini dilakukan menyusul adanya kasus First Travel.
Komisioner Ombudsman RI, Ahmad Suaedy menilai fenomena gagalnya pemberangkatan puluhan ribu calon jamaah First Travel dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) lainnya adalah salah satu bentuk pengabaian pelayanan dan bentuk maladministrasi.
(Baca: Polisi: Total Aset First Travel Tak Capai Ratusan Juta)
Suaedy mengatakan, setelah melakukan investigasi, pihaknya menemukan beberapa permasalahan yang terdapat di beberapa sektor penyelenggaraan umrah. Pertama, Kementerian Agama disebut tidak memiliki database jamaah umrah.
"Data hanya di PPIU dan mereka umumnya tidak bersedia memberikan data kepada pemerintah, sehingga menyulitkan dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap penyelenggaraan umrah oleh Kemenag," kata Suaedy di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (4/10/2017).
(Baca: Terungkap, Rumah Mewah Bos First Travel Jadi Jaminan Pembuatan Visa Jamaah Umrah)
Kedua, terdapat perbedaan data antara jumlah PPIU yang terdapat di Kemenag dan data yang terdapat di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta.
"Di mana dari 387 PPIU yang berdomisili di DKI Jakarta terdaftar di Kemenag RI, hanya 83 PPIU atau sekitar 21 persen yang sesuai dengan nama PPIU di PTSP DKI Jakarta," ujar Suaedy.
Ketiga, Ombudsman menemukan 304 PPIU yang terdaftar di Kemenag namun tidak ada di PTSP DKI Jakarta. Di samping itu, terdapat 100 PPIU yang terdaftar di PTSP DKI Jakarta namun tidak ada di Kemenag.
Keempat, lanjut Suaedy, dari keterangan 83 PPIU yang terdaftar di Kemenag dan di PTSP, keseluruhannya telah tercantum di data pajak. Namun, dari jumlah tersebut data yang berstatus Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) valid hanya terdapst 64 PPIU.
"Dan terdapat 19 PPIU tercantum tidak valid (memiliki masalah dalam data pajak seperti nomor NPWP tidak sama dengan nama perusahaan)," tutur dia.
Kelima, berdasarkan penyesuaian data dari 83 PPIU yang berada di DKI Jakarta dan terdaftar di Kemenag, ditemukan 36 PPIU atau sekitar 43 persen yang melampirkan IMB sebagai persyaratan menjadi Biro Perjalanan Wisata dan atau PPIU.
"17 persen atau sekitar 21 persen PPIU yang tidak melampirkan IMB dan 30 PPIU atau sekitar 36 persen yang tidak terdaftar," ucap Suaedy.
Berdasarkan hasil koordinasi dengan PTSP DKI Jakarta dalam penyesuaian terhadap 83 PPIU yang terdaftar di Kemenag dan PTSP DKI, ditemukan 39 PPIU atau sekitar 47 persen melampirkan NPWP sebagai persyaratan dalam pengurusan izin Biro Perjalanan Wisata, terdapat 14 PPIU atau sekitar 17 persen yang tidak melampirkan NPWP dalam pengurusan izin dan 30 PPIU atau sekitar 36 persen tidak terdaftar.
Keenam, Sueady menemukan fakta bahwa pola rekrutmen jamaah umrah yang berpotensi menimbulkan permasalahan, yaitu direkrut oleh ustad atau tokoh masyarakat yang bekerjasama dengan PPIU.
"Namun dalam proses penyelenggaraannya pihak PPIU tidak terlibat langsung dalam penyelenggaraan umrah, karena hanya memberikan fasilitas legalitas lembaga untuk memberangktkan jamaah, atau istilahnya pinjam bendera," ujarnya.
Ombudsman juga memberikan usulan perbaikan tata kelola penyelenggaraan ibadah haji kepada Kemenag. Mengingat, kementerian ini merupakan satu-satunya pemberi izin kepada pihak swasta yang menjadi biro travel umrah.
Di sisi lain, Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin mengucapkan terimakasih dan memberi apresiasi terhadap temuan investigasi Ombudsman kepada Kemenag. Namun, ia juga mengklarifikasi beberapa temuan Ombudsman yang dianggap kurang sesuai.
(Awaludin)