JAKARTA - Mahkamah Kehormatan Dewan bakal mengambil sikap terkait jabatan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) yang kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding mengatakan, pihaknya telah mengundang seluruh fraksi yang ada di DPR dalam rangka mendengarkan pandangan dan pendapatnya masing-masing terhadap persoalan yang membelit Setnov.
"Dari situ, dari pandangan-pandangan itu nantinya MKD akan ambil satu keputusan dan akan merekomendasikan kesimpulan dan akan merekomendasikan pada Fraksi Golkar untuk ditindaklanjuti. Bagaimana bentuk keputusannya nanti, bagaimana saat rapat dengan para pimpinan fraksi di DPR. Saya kira (rapatnya) tertutup," kata Sudding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/11/2017).
(Baca juga: Fahri Hamzah: MKD Enggak Bisa Proses Penggantian Setya Novanto!)
Opsi pertama, kata dia, MKD akan menyerahkan rekomendasi ke Fraksi Golkar untuk segera menindaklanjuti dilakukan pergantian posisi Novanto sebagai Ketua DPR. Pasalnya, posisi yang diduduki tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP ini sangat urgent dan sesegera mungkin harus diisi.
"Dan tidak bisa dibiarkan kosong," tegasnya.
Bilamana Golkar tidak menarik posisi Novanto dari jabatannya di DPR, maka MKD akan mengambil sikap. "MKD akan memproses kasus ini dan segera mengambil suatu keputusan karena ini tidak bisa dibiarkan," tandas Sudding.
Politikus Hanura ini menerangkan, mekanisme penyelesaian perkara dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota dewan bisa didasarkan atas aduan masyarakat ataupun tanpa adanya aduan.
"Dan (kasus) Pak SN ini bisa dilakukan tanpa pengaduan karena ini menyangkut masalah institusi, menyangkut masalah ketua dan saya kira ini sudah diberitakan secara massif dan ini juga merespon desakan tuntutan suara-suara masyarakat yang ada di luar," tuturnya.
(Baca juga: Legitimasi Rapat MKD soal Setya Novanto Lebih Kuat jika Ada Laporan dari Masyarakat)
Sudding menganggap ditahannya Setnov oleh lembaga antirasuah mengindikasikan bahwa yang bersangkutan telah melanggar sumpah jabatan dan janjibsebagai seorang Ketua DPR.
"Itu sesuai dengan amanat yang diatur dalam UU MD3 Pasal 87 dan Tatib Pasal 37. Itu alasan dilakukan pergantian," ucapnya.
Selain itu, tak tertutup kemungkinan MKD bakal memanggil KPK karena lembaga tersebut merupakan pihak terkait dalam hal ini.
"Setiap MKD menerima satu kasus apa ada pengaduan itu selalu berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk diminta keterangannya. Bisa saja nanti kita meminta keterangan KPK," pungkas Sudding.
(Awaludin)