3. Koalisi 212 terbelah sehingga sebagian koalisi 212 tanpa partai pendukung penista agama dan koalisi 212 sebagian lagi ditumpangi oleh partai pendukung penista agama, seperti di Sumatera Selatan dan Maluku Utara.
4. Koalisi 212 terpecah sehingga masing-masing koalisi dengan partai pendukung penista agama, seperti di Riau, Lampung, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Maluku.
5. Koalisi 212 tidak berarti karena fokus di cagub-cawagub muslim melawan cagub-cawagub muslim, seperti di Kalimantan Barat.
6. Koalisi 212 tidak berarti karena semua calon non-muslim sehingga fokus kepada 'Akhoffudh Dhororain' (mudharat yang lebih ringan), seperti di Papua dan Nusa Tenggara Timur.
7. Pilkada di tingkat kota dan kabupaten juga mengalami situasi seperti di atas, sehingga penyikapannya tidak akan mengikuti kaidah yang sama. (Ari)
(Rachmat Fahzry)