JAKARTA – Fredrich Yunadi, terdakwa kasus merintangi penyidikan korupsi proyek e-KTP, meminta izin kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk bisa pulang ke rumah saat hari raya Idul Fitri 1439 Hijriah.
Hal ini disampaikan mantan pengacara Setya Novanto itu seusai menyampaikan permohonan penundaan pembacaan pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, hari ini.
"Mohon izin yang mulia, kami mengajukan permohonan mengingat hari raya esok. Umur ibu saya sudah 94 tahun bila berkenan diberikan waktu untuk sungkem kepada orangtua," kata Fredrich di ruang sidang, Jumat (8/6/2018).
"Lebaran itu termasuk keluarga saya dari Amerika, Singapura, London, berkumpul pada hari H Lebaran karena untuk sungkem kepada orangtua," imbuh Fredrich.
Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Takdir Suhan, langsung memberikan respons. Ia menyatakan hal tersebut sangat kecil direalisasikan lantaran banyak pegawai KPK yang melakukan cuti Lebaran.
"Izin majelis, mengingat itu jadwal cuti bagi pegawai KPK punya hak mengajukan cuti sehingga pengawalan tahanan KPK otomatis menjadi sedikit, majelis. Apalagi saat ini ada kasus OTT (operasi tangkap tangan) yang butuh tahanan pengawalan ekstra sehingga pengawal tahanan tidak mencukupi, majelis," jelas Takdir.
Fredrich kemudian membalas jawaban JPU tersebut. Ia menilai apa yang disampaikan jaksa adalah hal yang mengada-ngada dan bersifat balas dendam.
"Itu bersifat balas dendam, itu perikemanusian yang kami ajukan. Kan bisa meminta bantuan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengawalan," tegas Fredrich.
Melihat perdebatan di ruang sidang itu, Ketua Majelis Hakim Syaifudin Zuhri langsung menentukan sikap. Ia menyatakan permintaan Fredrich belum bisa dipenuhi.
"Jadi begini, untuk yang itu, mohon maaf tidak bisa dipenuhi. Silakan keluarganya bisa besuk berkunjung ke lapas untuk sama-sama ketemu. Setelah resmi masuk hari Kamis kemungkinan bisa," terang Hakim Syaifudin.
Perdebatan ternyata belum selesai. Fredrich menerima ucapan majelis hakim, tetapi sempat memberikan sebuah perkataan yang membuat pihak JPU geram.
"Baik itu keputusan yang mulia, kami hanya mengikuti. Cuma kami bersumpah dalam hal ini penuntut umum akan mendapat balasan dari Allah bagaimana dia perlakukan kepada orangtuanya. Insya Allah ortunya masih hidup," papar Fredrich.
"Sebelum ketuk palu, kami keberatan dengan ucapan terdakwa yang terakhir, hanya keberatan saja statement itu. Kami keberatan dengan ucapan itu. Mohon dicatat," jawab Jaksa Takdir.
Sebagaimana diketahui, jaksa KPK menuntut Fredrich Yunadi dengan hukuman 12 tahun penjara dan mewajibkan membayar denda sebesar Rp600 juta.
Jaksa meyakini Fredrich terbukti bersalah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang Mencegah, Merintangi, atau Mengagalkan Penyidikan secara Langsung atau Tidak Langsung.
(Hantoro)