JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengembangkan kasus dugaan suap terkait pelaksanaan proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) milik Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR).
Sejalan dengan proses pengambangan perkara, KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap enam saksi, pada hari ini. Keenam saksi tersebut yakni, Ketum Badan Pimpinan Daerah (BPD) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Jatim, Agus Gendroyono; Ketua Gapensi DKI Jakarta, Gibson Nainggolan.
Baca juga: KPK Intip 20 Proyek KemenPUPR Dikorupsi Mirip Kasus Proyek Air Minum
Kemudian, Kelompok Kerja (Pokja) ULP, Ari Sihombing; pihak swasta, Gatot Prayogo; Direktur Utama PT Tohoma Mandiri, Soltan Simangunsong; serta Bagian Keuangan PT WKE dan PT TSP, Michael Andry Wibowo. Keenamnya diperiksa untuk tersangka yang berbeda-beda.
"Enam saksi diperiksa terkait kasus dugaan suap pelaksanaan proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di KemenPUPR," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (22/1/2019).
Baca juga: KPK Periksa Mantan Dirjen Cipta Karya Terkait Suap Proyek Air Minum
Diketahui, dalam proses pengembangan, KPK menemukan adanya indikasi korupsi pada 20 proyek milik KemenPUPR yang mirip dengan perkara suap proyek air minum. KPK masih mendalami indikasi korupsi 20 proyek KemenPUPR tersebut.
Sejauh ini, KPK baru menetapkan delapan orang tersangka terkait kasus dugaan suap terhadap pejabat Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) terkait proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2017-2018.
Delapan tersangka tersebut yakni, Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (PT WKE), Budi Suharto (BSU); Direktur PT WKE, Lily Sundarsih Wahyudi (LSU), Direktur Utama PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP) Irene Irma (IIR); dan Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo (YUL). Keempatnya diduga sebagai pihak pemberi suap.
Sedangkan sebagai penerima suap, KPK menetapkan empat pejabat KemenPUPR. Keempatnya yakni, Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE); PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah (MWR); Kepala Satker SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar (TMN); serta PPK SPAM Toba 1, Donny Sofyan Arifin (DSA).
Baca juga: KPK Perpanjang Masa Penahanan 8 Tersangka Suap Proyek SPAM
Diduga, empat pejabat KemenPUPR telah menerima suap untuk mengatur lelang terkait proyek pembangunan sistem SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa. Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Empat pejabat KemenPUPR mendapatkan jatah suap yang berbeda-beda dalam mengatur lelang terkait proyek SPAM. Diduga, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare menerima Rp350 juta dan 5.000 Dollar Amerika Serikat untuk pembangunan SPAM Lampung serta Rp500 juta untuk pembangunan SPAM di Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.
Kemudian, Meina Woro Kustinah diduga menerima sebesar Rp1,42 miliar dan 22.100 Dollar Singapura untuk pembangunan SPAM Katulampa. Sedangkan, Teuku Moch Nazar disinyalir menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah; serta Donny Sofyan Arifin menerima Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Lelang proyek tersebut diatur sedemikian rupa untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama. PT WKE sendiri diatur untuk mengerjakan proyek bernilai diatas Rp50 miliar. Sedangkan PT TSP diatur untuk mengerjakan proyek dibawah Rp50 miliar.
Ada 12 paket proyek KemenPUPR tahun anggaran 2017-2018 yang dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP dengan nilai total Rp429 miliar. Proyek terbesar yang didapat oleh dua perusahaan tersebut yakni, pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai total proyek Rp210 miliar.
Sebagai pihak yang diduga penerima, empat pejabat KemenPUPR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi, Budi, Lily, Irene Irma, dan Yuliana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Fakhri Rezy)