JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani didampingi Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, pemerintah melakukan penyederhanaan aturan ekspor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh (completely built up/CBU). Hal itu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan dan mengurangi hambatan dalam ekspor.
Penyederhanaan itu diyakini bakal menghemat biaya dan membuat keuntungan pelaku usaha semakin meningkat. Di sisi lain kebijakan ini juga diyakini mengurangi impor.
Dalam acara Simplifikasi Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, kemarin, Sri Mulyani mengungkapkan 3 poin penyederhaan itu. Yakni:
Pertama, ekspor kendaraan bermotor CBU dapat dimasukkan ke Kawasan Pabean tempat pemuatan sebelum pengajuan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
"Jadi sebelumnya urus dulu dokumennya, baru masuk ke Kawasan Pabean. Sekarang lebih mudah, yakni masuk dulu ke ke Kawasan Pabean, baru urus dokumen," ucapnya.
Kedua, pemasukan ke Kawasan Pabean tidak memerlukan Nota Pelayanan Ekspor (NPE). Terakhir, pembetulan jumlah dan jenis barang paling lambat dilakukan tiga hari sejak tanggal keberangkatan kapal.
Sebelum aturan baru ini berlaku, setiap kendaraan bermotor yang akan diekspor wajib mengajukan PEB; menyampaikan NPE; serta apabila terdapat kesalahan, pembetulan jumlah dan jenis barang harus dilakukan paling lambat sebelum masuk Kawasan Pabean, sehingga waktu yang diperlukan lebih lama. Selain itu, perlu proses grouping atau pengelompokan ekspor yang kompleks, seperti berdasarkan waktu keberangkatan kapal, negara tujuan, vehicle identification number (VIN), jenis transmisi, sarana pengangkut, dan waktu produksi.
Penyederhanaan aturan tersebut akan mempermudah proses dengan mengintegrasikan data yang masuk pada in-house system Indonesia Kendaraan Terminal dan sistem DJBC, untuk kemudian dilakukan barcode scanning terhadap VIN setiap kendaraan bermotor yang akan diekspor. Kemudahan proses ini diharapkan dapat meningkatkan competitiveness advantages, karena:
1. Akurasi data lebih terjamin, sebab proses bisnis dilakukan secara otomatis melalui integrasi data antara perusahaan, tempat penimbunan sementara (TPS), dan DJBC;
2. Adanya efisiensi penumpukan di gudang eksportir,sehingga inventory level rendah. Dengan inventory level yang rendah,gudang eksportir dapat dimanfaatkan untuk penumpukan kendaraan CBU hasil peningkatan kapasitas produksi;
3. Dapat memaksimalkan jangka waktu penumpukan di Gudang TPS selama tujuhhari,karena proses grouping dan final quality control sebelum pengajuan PEB dapat dilakukan di TPS; dan
4. Menurunkan biaya trucking,karena jumlah truk berkurang dan logistics partner tidak perlu investasi truk dalam jumlah banyak. Selain itu, pemakaian truk menjadi lebih efisien dan maksimal, karena digunakan setiap hari dan merata jumlah ritasenya.
Tren ekspor dan impor kendaraan bermotor Indonesia menunjukkan angka yang membaik dalam lima tahun terakhir. Pada 2014, ekspor tercatat sebesar 51,57 persen dan impor sebesar 48,43 persen. Pada 2015, ekspor mencapai 55,40 persen dan impor sebesar 44,60 persen. Selanjutnya, pada 2016 ekspor sebesar 61,40 persen dan impor sebesar 38,60 persen. Pada 2017, ekspor tercatat sebesar 53,16 persen dan impor sebesar 46,84 persen. Pada 2018, ekspor tercatat mencapai 63,56 persen dan impor sebesar 36,44 persen. Tambahan competitiveness advantages tersebut diharapkan semakin berdampak positif pada kepercayaan prinsipal agar Indonesia menjadi negara produsen kendaraan terbesar di Asia Tenggara dan 12 besar dunia yang menjadi basis ekspor kendaraan ke seluruh dunia.
Beberapa studi telah dilakukan untuk memproyeksikan efek positif penyederhanaan aturan ekspor kendaraan bermotor CBU. Studi yang dilakukan oleh PT Astra Daihatsu Motor menunjukkan, penyederhanaan aturan ini dapat menurunkan average stock level sebesar 36 persen, dari 1.900 unit/bulan menjadi 1.200 unit/bulan; menurunkan kebutuhan truk untuk transportasi sebesar 19 persen per tahun, dari 26 unit menjadi 21 unit; serta menurunkan biaya logistik hingga 10 persen, yang terdiri atas man hour, trucking cost, serta direct dan indirect materials. Studi serupa juga dilakukan oleh Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas.
Dengan menggunakan mekanisme ekspor baru ini, biaya logistik terkait storage dan handling akan turun menjadi sebesar Rp600 ribu/unit dan biaya trucking menjadi sebesar Rp150 ribu/unit. "Jadi lebih hemat Rp750 ribu per mobil," tutur Sri Mulyani.
Lebih lanjut ia mengatakan total cost efficiency yang diperoleh lima eksportir terbesar kendaraan CBU mencapai Rp314,4 miliar/tahun.
Perkembangan perekonomian global saat ini memberikan dinamika yang tinggi terhadap neraca transaksi berjalan (current account). Pemerintah terus berupaya mengendalikan neraca transaksi berjalan untuk menjaga fundamental ekonomi Indonesia, salah satunya dengan melakukan peningkatan ekspor. Oleh karena itu, Pemerintah terus menciptakan berbagai kemudahan dalam rangka meningkatkan aktivitas ekspor.
(Abu Sahma Pane)