Tembok tebal menutup sisi-sisi masjid berukuran 10 meter x 10 meter tersebut. Berdampingan dengan masjid, berdiri serambi serta pawastren yang dulu difungsikan untuk jamaah putri. Berbeda dengan masjid, serambi dan pawastren dibangun pada 1934 sumbangan dari salah satu jemaah masjid bernama Iman Moecharom. Hal itu berdasarkan prasasti yang tertempel pada tembok serambi.
Meski berusia lebih dari dua abad, bangunan masjid yang ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya (BCB) pada 2006 lalu itu masih terawat. Dari belasan tiang penyangga, hanya satu tiang yang sudah diganti lantaran lapuk termakan usia. Sementara, sambungan antar kayu bangunan masih menggunakan kayu meski sebagian diperkuat dengan paku atau logam.
Pemugaran dilakukan pada 2008 lalu melalui BPCB. “Saat gempa 2006 lalu bangunan masjid masih kokoh berdiri meski bangunan di sekitarnya banyak yang ambruk,” kata Ketua Takmir Masjid Al Makmur, Tugimin, saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (10/5/2019).
Soal sejarah berdirinya masjid tersebut, tak ada warga yang mengetahui secara persis termasuk para takmir masjid. Usaha takmir mencari asal usul masjid selama ini tak membuahkan hasil meski sudah mendatangi Keraton Solo.
“Tahun yang kami yakini menjadi tahun berdirinya masjid berdasarkan keterangan pada salah satu kayu masjid yang tertulis 1780 M. Untuk konstruksi masjid ini persis dengan masjid yang ada di Keraton Surakarta,” jelas dia.